Imam Ghozali, Dosen STAIN Bengkalis
Seorang jeniius yang bernama Dr. Ali Abdul Wahid Wafi’ menjelaskan segala sisi kehidupan Ibnu Khaldun sangat luarbiasa. Seolah-olah Dia adalah manusia yang sempurna. Dia sering mendapat julukan Tokoh Sosiolog Islam terbesar yang pernah ada di Dunia. Reputasinya sebanding dengan Auguste Comte. Bahkan jauh lebih hebat lagi darinya. Sebab Auguste Comte hanya mendapat gelar Bapak Sosiolog. Sedangkan Ibnu Khladun banyak sekali gelarnya, seperti Wazir [ Menteri ], Rais [Pemimpin], Hajib [orang yang tidak pernah melakukan maksiat], Shadrul Kabir [orang yang sangat bijaksana], Af-Faqih Al-Jalil [Ahli Hukum], Allamatul Ummah [Pemimpin Umat], Imamul Aimmah[Imamnya Para Imam], Jamalul Islam Wa Muslimin [teladan kaum muslimin]. Jika mereka hidup sezaman, mungkin mereka “rangkul-rangkulan” melakukan halaqah atau sawir membahas tentang fenomena masyarakat yang unik-unik, lucu-lucu dan menggemaskan.
Ibnu Khaldun tentu saja orang yang sangat serius dalam menjalankan hidupnya, walaupun terkadang juga harus menjalankan peran nya sebagai basyarun mislukum, manusia sebagaimana kebanyakan manusia. Gelar yang disandang dan berderet-deret di atas adalah pandangan sebagian orang kepada nya, dan ada sebagian lagi yang memandang sebaliknya dengan cara mencaci-maki, menghina dan mempermalukan, bahkan juga berusaha ingin menghabisinya. Semua ini tidak menjadikan diri nya turun deajat nya kepada “titik nadir” dan tidak bisa dicatat sebagai orang-orang pilihan pada zamanya.
Dua kutub yang mungkin terjadi pada diri Ibnu Khaldun [ juga para tokoh-tokoh yang kita kenal sekarang ini dan yang pernah ada pada masa lalu] adalah tokoh yang lahir dari manusia biasa yang diberi kelebihan setingkat lebih tinggi dari kebanyak orang. Namun karena diberi sedikit lebih tinggi, pada sisi lain ada yang terkadang lebih rendah dari masyarakat pada umumnya. Namun status nya sebagai orang yang lebih tinggi di sisi manusia akan dikenang dalam catatan sejarah dengan seberapa besar orang yang akan mengenangnya sebesar itu jasa yang telah dilakukan. Akibatnya orang-orang pun dengan rela menutup pintu dosa-dosa telah lalu yang telah diperbuat.
Jauh sebelumnya, ada seorang sahabat dan sekaligus menantu Nabi yang bernama Ali bin Abi Thalib. Gelar nya tidak sembarangan “babul ‘ilmi”, pintu nya ilmu. Jika dulu ketika memasuki suatu kerajaan atau kekhalifahan maka ada benteng dan pintu gerbang. Dari benteng dan pintu gerbang tersebut akan terlihat kekuatan dan kejayaan suatu Kerajaan atau Kekhalifahan. Itu gambaran Ali bin Abi Thalib, ketika kita mendengar kecerdasan Ali bin Abi Thalib maka akan melihat betapa luasnya ilmu pengetahuan nabi Muhammad s.a.w.
Suatu hari ada orang Khawarij meragukan kecerdasan Ali bin Abi Thalib. sekitar 10 orang dari mereka datang satu persatu menanyakan tentang suatu persoalan sama. Menurutnya jika jawaban sama, berarti Ali miskin ilmu, tetapi jika jawabanya berbeda berarti luas ilmu pengetahuannya. Ternyata dari satu pertanyaan, semua dijawab dengan cara yang berbeda dan mempunyai landasan yang benar dalam syariat.
Kenapa seorang Ali yang menjabat sebagai Khalifah hidupnya penuh dengan kesederhanaan. Hanya untuk mencari sesuap makan dia pun harus bekerja keras. Hanya untuk menyenangkan istri nya yang sedang sakit, dia pun mencari buah Apel berjalan ke Pasar seorang diri. Kenapa cucunya Rasulullah, Hasan-husein terkadang tidak dibeilkan baju baru untuk merayakan hari Raya Idul Fitri? Kenapa ini terjadi? Kenapa Ali dan Fatimah menempuh jalan hidup yang menurut [saya secara khusus] pada umumnya manusia suatu jalan yang sangat sulit dan menyedihkan sekali. apa ini yang dimaksud sebagai orang-orang yang tidak dikuasi dunia hatinya. Apakah orang-orang yang seperti ini yang telah mentertawakan dunia sehingga dunia seisinya “malu-malu kucing” dan kemudian “nyingkrih” tidak mau menggoda nya lagi?
Lebih jauh lagi sebelum Ali bin Abi Thalib, ada Nabi Muhammad s.a.w. sang nabi yang satu ini hidup penuh dengan kelucuan yang kadang hati ku tertawa terpingkal-pingkal [hanya dalam hati]. Betapa tidak, saat tanya kepada sang istri tercinta persoalan “apa” yang bisa dimakan hari itu, Sang Istri menjawab dengan santai nya : “Tidak ada makanan yang bisa dimakan hari ini ya Rasul”. Nabi pun ikut menjawab dengan santai : “ Kalau begitu hari ini saya berpuasa”. Saat lagi bercengkrama dengan para sahabat sambil makan kurman, nabi dengan santai menaruh biji kurma di depan Ali. Begitu seterunya sehingga Biji Kurma pun banyak di depan Ali Bin Abi Thalib. Nabi bertanya kepada para sahabat:
“Siapa kah orang yang paling rakus di antara kita”
Para sahabat menjawab:
“Hanya Allah dan Rasulnya yang tahu”
Nabi menjawab:
“Orang yang paling rakus di antara kita adalah orang yang di depannya banyak biji kurmanya [kebetulah Ali yang dikerjani oleh Nabi]”
Semua pun tertawa. Lalu Ali pun gentian menjawab:
“Justru orang yang paling rakus adalah orang yang tidak ada Biji Kurma di depannya, karena Kurma dan Bijinya dimakan semua.”
Semua tertawa bertambah kuat.
Duh, Gusti Rasul, saya kadang malu mengaku mengikuti sunnah mu. Bajuku mungkin bisa tujuh pasang Gamis untuk tujuh hari agar saya bisa memakai baju seperti mu, namun keikhlasan atas nikmat yang diberikan oleh Allah dengan cara seperti mu, saya belum mampu. Padahal itu adalah Sunnah yang sangat agung.