Palestina Kembali Memanas

Bagikan :

Imam Ghozali

Pada masa pandemic Covid-19 benar-benar menjadi ujian berat bagi warga Palestina. Di bulan Ramadhan pada tahun 2021, saat umat Islam di belahan dunia lain seperti di Indonesia sedang melaksanakan ibadah puasa, membaca al-Qur’an, sholat taraweh, sholat witir dan sahur dengan tenang, umat Islam di Palestina justru mengalami trauma yang sangat berat. Peperangan Palestina-Israel kembali terjadi. Keduanya saling serang dan memakan korban. Pada hari Rabu, 19 Mei 2021, Israel kembali menyerang di Gaza. Menurut laporan CNBC yang dikutip oleh tirto.id, lebih dari 200 warga Palestina meninggal dunia, dan hampir 60 ribu orang mengungsi saat serangan udara pasukan Israel di Gaza (Haryanto, 2021)..

Satu sisi kita ikut merasakan kesedihan. Apalagi mereka sebagian besar umat Islam, walaupun sebenarnya masyarakat palestina termasuk multi agama, namun persepsi yang telah terbangun adalah Palestina milik umat Islam, dan seluruh Negara Islam harus membantu memperjuangkan kemerdekaan. Apalagi bagi masyarakat yang mempunyai literature rendah, dan mudah terkena provokasi atas sentiment agama, isu Palestina benar-benar menimbulkan semangat untuk melakukan suatu kegiatan yang terlihat agamis dan sebagai penolong agamanya Allah dalam wujud penggalangan dana, ikut melakukan jihad, demonstrasi, dan mengecam kepada pemerintah yang sah, yang dianggap terlalu lembek dan tidak mempunyai komitmen membantu masyarakat Palestina sesama muslim.

Fakta sejarah, sebenarnya Indonesia telah lama mendukung kemerdekaan bangsa Palestina jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada tahun 1938 Hadratusyeikh K.H. Hasyim Asy’ari telah menyerukan kepada seluruh umat Islam di Indonesia untuk mengecam kekejaman Israel dan membantu proses kemerdekaannya. Selain itu, dia juga menganjurkan untuk membaca qunut nazilah sebagaimana dikutip dalam majalah BNO edisi dzulhijjah 1357 h atau januari 1939 (Sya’ban, Selasa, 18 Mei 2021). Sikap tersebut merupakan garis perjuangan organisasi nu mulai berdiri sampai saat sekarang ini. Dalam pertemuan dengan Zuhair Al-Shun Dubes Palestina, KH.Said Aqil Siraj menegaskan bahwa Palestina adalah Negara yang berdaulat dan mengecam keras agresi militer yang dilakukan oleh Israel (Triono, Senin, 17 Mei 2021).

Ada beberapa persoalan yang menyulitkan palestina untuk merdeka, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa konflik berkepanjangan para partai politik berkuasa. Partai politik Fatah berkuasa di Tepi Barat, sedangkan partai Hamas secara de facto menguasai Gaza (Luthfi, Kamis, 20 Mei 2021). Ada dua kekuatan dalam satu Negara merupakan suatu persoalan internal yang sangat serius. Fatah sebagai partai politik terbuka mempunyai pandangan ideologi ingin menyatukan seluruh masyarakat Palestina yang multi agama, sedangkan Hamas eklusif dan puritan ingin mendirikan Palestina sebagai Negara Islam. Kedua kekuatan besar ini menunjukan bahwa persoalan ideologi sebagai dasar berdirinya sebuah Negara Palestina belum menjadi kekuatan pemersatu. Mereka masih mempunyai persoalan politik internal yang belum tuntas sampai detik ini. Akibatnya, kekuatan internal pun lemah untuk mewujudkan kemerdekaan secara hakiki.

Faktor eksternal berkaitan dengan sejarah panjang kota Yerusalem. Sebelum datang agama Islam, kota Yerusalem adalah kota yang menjadi pusat peribadatan agama Yahudi. Raja sulaiman mendirikan Masjid Aqsha pertama. Sepeninggal Nabi Sulaiman, Bani Israel terpecah menjadi dua, yaitu kelompok sepuluh suku Yahudi yang berkuasa di bagian selatan Palestina, dan berpusat di Samaria, dan kelompok dua suku di Yerusalem atau Bayt Al-Maqdis. Kemudian pada Masjid ini dihancurkan oleh Nebukadnezar. Kemudian, ‘Uzair, dengan bantuan seorang raja Persia, bahman, membangunnya kembali secara sederhana. Lalu Raja Yahudi Herodus membangun kembali masjid ini dengan amat megah di saat-saat sekitar kelahrian Nabi Isa al-Masih, Masjid Aqsha kedua ini kemudian dihancurkan oleh Titus dari Roma, pada tahun 70 Masehi. Dan orang-orang Romawi, karena kebencian mereka kepada bangsa yahudi, berusaha melenyapkan sama sekali sis-sisa keyahudian pada Bayt al-Maqdis dan bekas Masjid Aqsha itu, dengan menjadikannya pasat penyembahan berhala mereka. Di atas bekas Masjid itu mereka bangun Patung Dewi Aelia, berhala Romawi, dan nama Yerusalem atau Bayt Al-Maqdis pun diubah menjadi Aelia Kapitolina, atau Aelia saja. Orang Arab mengenalnya sebagai Liyya, sehingga nama ini pun tercantum dalam naskah pernjanjian keamanan yang dibuat Umar untuk penduduk Bayt Al-Maqdis.

Pada waktu Helena ( ibu Raja Konstantin) membangun Gereja Kiamatnya, karena kemarahannya kepada kaum yahudi ia perintahkan untuk menimbuni Shakhrah atau Karang Suci, kiblat kaum Yahudi, dengan sampah dan kotoran, selain itu ia perintahkan pula untuk menghancurkan sisa-sisa Masjid Aqsha (peninggalan Herodus) yang masih berdiri, sehingga yang akhirnya tersisa hanyalah sebuah Tembok, yang oleh orang Yahudi disebut dengan “Tembok Ratap” (Wailing Wall). Tembok itu kini merpakan tempat paling suci bagi kaum Yahudi dan menjadi tujuan kunjungan mereka yang terpenting (Madjid, 2008).

Pada masa Umar bin Khatab komplek tersebut dibersihkan dan dibangun Masjid, yaitu di sebelah selatan Shakhrah, menghadap ke Makkah dan membelakangi Shakhrah itu. Disitulah Umar memerintahkan didirikan Masjid, yang kemudian hari dibangun dengan megah oleh Khalifah al-Walid ibn Abdul al-Malik. Tapi sebelum pembangunan Masjid itu oleh Khalifah al-Walid, sebuah Kubah yang sangat indah, yang ditopang oleh bangunan bersegi delapan (octagonal) pada tahun 72H/691 M didirikan oleh Khalifah ‘Abd al-Malik ibn Marwan, Ayah Al-Walid, persis di atas Shakhrah atau Karang Suci itu. Bangunan ini dikenal sebagai Qubhat al-Shakhrah atau The Dome of The Rock, karena dirancang untuk melindungi Karang Suci, Kiblat pertama Islam, dan tempat Nabi s.a.w menjejakan kaki beliau ke Sidratul Muntaha dalam perjalanan Mi’raj (Madjid, 2008).

Dari paparan sejarah tersebut, perjuangan bangsa Palestina untuk mewujudkan sebuah Bangsa dan Negara yang berdaulat membutuhkan suatu soliditas yang kuat dari seluruh masyarakat Palestina yang multi etnis, ideology, politik dan agama. Ini adalah modal satu-satunya yang bisa dijadikan pegangan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Jika ini tidak ada, maka kemerdekaan sulit terwujud, dan Palestina akan terus membara sepanjang masa.

Bibliography

Haryanto, A. (2021). Info & Situasi Terkini Konflik Israel-Palestina dan Jumlah Korban . Tirto.ID.

Luthfi, M. A. (Kamis, 20 Mei 2021). Faktor Sistemik dan Domestik, Akar Konflik Palestina-Israel.

Madjid, N. (2008). Islam Agama Peradaban . Jakarta : Paramadina .

Sya’ban, A. G. (Selasa, 18 Mei 2021). Fatwa “Qunut Nazilah” Hadratusyeikh KH.Hasyim Asy’ari untuk Solidaritas Muslim Palestina. IKANUMESIR.ID.

Triono, A. L. (Senin, 17 Mei 2021). Kunjungi Dubes Palestina, PBNU Desak PBB Ambil Langkah Sepakati Genjatan Senjata. NU Online.


Bagikan :

Vijian Faiz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

KENAPA YAHUDI MEMBUNUH PARA NABI ?

Tue Jun 29 , 2021
Bagikan :Oleh: Imam Ghozali Agama Yahudi merupakan salah satu agama Samawi. Ada agama-agama Samawi selain Yahudi yaitu agama Islam dan Nasrani. Jika dirunut dari garis keturunan, para Nabi dari ketiga besar agama tersebut berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu Ibrahim. Nabi Ibrahim mempunyai dua istri, yaitu Hajar dan Sarah. […]

Baca Juga