Munajat Cinta di Jabal Rahmah

Bagikan :

Imam Ghozali, Dosen STAIN Bengkalis

Ada teman bertanya tentang program kegiatan hari ini, saya pun menjawab bahwa saya ingin menghabiskan waktu nya di Masjid Haram lantai pertama. Saya ingin Thowaf, Sholat Wajib dan Sholat Sunnah. Jika letih, saya memandang lama-lama Ka’bah sambil memuji kepada Allah s.w.t dan menyebut kekasih teragung Muhammad s.a.w. Saya merasa ada pemandangan yang sangat indah di Baitullah. Semakin lama dipandang semakin saya rindu dan ingin tetap berlama-lama di pertamanan Surga ini. Tidak ada Taman para Raja dan para putri Kerajaan yang seindah Baitullah. Ia benar-benar pemandangan Surga di Dunia.

Tiba-tiba teman di sebelah membisikan di telingku : “Hari rabu kita pulang ke Indonesia.”

Saya mendengarnya seolah-olah tidak percaya. Tapi itu memang realita, dan cinta sering berlawanan dengan fakta. Saya harus belajar memahami realita, bahwa tidak mungkin selama-lama berada di Masjid Haram, tidak selamanya saya memandang Baitullah. Saya harus menerima regulasi kehidupan administrasi yang membatasinya. Seberapa pahitnya kenyataan ini, namun harus kuterima.

Saya memandang Baju Ihram. Saya seperti kehilangan suara, entah apa yang harus aku katakan hari ini. Mulut terasa bisu. Mata memerah menahan rasa ingin menangis. Setelah rapi, saya mencium kain ihram sebelum di masukan ke dalam Koper berwarna biru. Baju Ihram telah memberikan kenangan terindah, saat saya berkenalan dengan saudara-saudaraku dari Rusia, Uzbekistan, Kajakistan, Turki, London, Yaman dan lain-lain. Baju Ihram telah mengingatkan saya kepada kasih sayang seorang tua yang memberikan kepada ku minuman kopi dan jahe, seorang ibu-ibu Bukhoro yang memberikan Roti makanan favorit Tanah Imam Bukhari. Baju ihram telah mengingatkan kepadaku tentang bagaimana damai hatiku saya mencium Ka’bah, Hajar Aswad dan Sholat di Hijr Ismail. Kain Ihram telah menjadi saksi tetasan air mata rasa di depan Ka’bah tentang cerita cinta  kepada Tuhan ku dan rinduku kepada Nabi Muhammad s.a.w.

Dalam keheningan hati, saya berdoa kepada mu ya Rabb:

Wahai Tuhan Ku, dalam kerendahan hati, saya adalah manusia yang lemah dan penuh dengan kubangan doa, maksiat yang telah berkarat lamanya. Saat saya berada di pintu Masjid Haram, saya bagai berjumpa dengan Mu dalam keadaan sangat kotor, sehingga saya terasa malu berjalan di tempat suci Mu

Namun saya sangat rindu ingin mendekati Mu. Maafkan aku atas ketidaksopananku, dan ampuni aku atas segala dosa-dosaku, dosa orang tua ku, guru-guruku, keluargaku dan seluruh umat Islam.”

Ya Allah, Ya Rasulalloh..rasa nya saya belum puas berada di rumah Mu. Ingin rasanya berlama-lama di sini. Jika berkenan, berilah kesempatan lagi agar saya bisa datang kesini dalam ibadah umrah maupun haji. Ya Rabb, kabulkan permintaan kami, jangan kamu penjara rasa rindu yang mendalam di hati ini ya Rabb.

Ya Alloh, saya memohon, anugerahkan kepada ku istri, anak-anakku yang sholeh dan sholehah dan jadikan anak-anaku menjadi para pemimpin yang memberikan kemanfaatan untuk masyarakat dan agama.

Ya Allah, saat kami pulang nanti, berilah kami keselamatan dan kesehatan sehingga bisa berjumpa dengan keluarga di Indonesia. Dan berilah keberkahan Umrah ku, sehingga keluarga ku, masyarakat dan negeri ku semakin baik dan membawa keberkahan untuk seluruh masyarakat.

Ya Allah, berilah kami kebahagiaan di Dunia dan Akherat dan jauhkanlah dari siksa Api Neraka. Amin.


Bagikan :

Vijian Faiz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Kekuatan Cinta

Wed Dec 14 , 2022
Bagikan :Imam Ghozali, Dosen STAIN Bengkalis Anda boleh berkata bahwa Allah mendengar doa hamba-hamba-Nya dimanapun berada. Itu tidak salah. Namun kenapa Allah membedakan status Masjid Haram, Masjid Nabawi dan masjid-masjid yang ada di sekitar rumah anda? bayangkan saja, Nabi dawuh begini : “Pahala sholat di Masjid Haram 100.000, dan di […]

Baca Juga