Muhasabah Pasca Umrah

Bagikan :

Imam Ghozali, Dosen STAIN Bengkalis

Waktu telah menunjukan jam 8.02 sudah masuk Kapal Batam Jet dari Batam menuju Kep.Meranti. saya sudah duduk di kursi Ferry, namun karena peserta Jamaah Umrah cukup banyak, perlu bersabar menunggu petugas porter memasukan Koper jamaah ke kapal Ferry.

Memang tidak mudah memaknai sebuah kesabaran. Setiap orang mempunyai kamus tersendiri untuk mengartikan dalam perspektif berbeda-beda. Saya tidak mempunyai hak untuk menjustifikasi pandangan mereka sesuai dengan pandangan ku. Biarkan saja para Jamaah mengartikan, memahami dan menterjemahkan sebagai jalan untuk mengenal diri sendiri pasca ibadah Umrah selama beberapa hari di kota Mekah dan beribadah di Masjid Nabawi.

Entah apakah ibadah Umrah mempunyai efek perubahan positif atau tidak terhadap para jamaah, baik berkaitan ibadah maupun hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan ibadah, para Jamaah sebanyak 275 orang, mungkin sekitar 95% (ini asumsi kasar saya sendiri) sangat disiplin menjalankan ibadah, terutama sholat lima waktu. Teman-teman saya satu kamar (yang kebetulan di kamar hotel ada tiga orang termasuk saya), jam 3.00 dini hari, baik di Madinah maupun di Mekah sudah bangun, mandi terus memakai baju ihram untuk melaksanakan sholat tahajud, dzikir dan sholat subuh. Jika dihitung waktu, sholat subuh mulai jam 5.30 menit. Jadi sekitar 2.30 menit masih kuat untuk melaksanakan ibadah dan tidak merasa mengantuk. Ada beberapa teman saya juga sudah membuat program sholat sapu jagat. Berangkat ke Masjid jam 14.30 dan pulang 21.00, untuk melaksanakan sholat Ashar sekaligus menunggu sholat Maghrib sampai sholat Isa. Mereka betah di Masjid selama 7 jam 30 menit menghabiskan waktu untuk beribadah. Ini merupakan durasi waktu yang spektakuler untuk ukuran Jamaah asal Meranti. Apakah karena saking semangat beribadah, tenaga terporsir, atau mungkin ada perbedaan cuaca yang ekstrem, atau bisa jadi terlalu semangat minum air zam-zam yang tidak mengenal aturan keumuman minum waktu di kampung, sehingga para jamaah banyak yang terserang penyakit batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan suara hilang.

Berkaitan dengan ibadah sosial saya dan para jamaah pun telah mendapat didikan toleransi dan kepedulian sesama muslim luarbiasa. kita bisa melihat saat di Masjid Nabawi dan Masjid Haram, sebagian jamaah dengan santai melangkahi orang yang sedang duduk, ruku, dan duduk. Bahkan saat kita sholat, mereka pun mondar-mandir di depan kita. Namun hebatnya tidak ada yang marah. Semua memanglumi dan tercipta saling pengertian secara alamiah. Bahkan saat kesenggol sedikit saja oleh langkahan kaki, orang tersebut pun secara spontanitas meminta maaf dan kita pun dengan spontanitas tersenyum memberi maaf.

Saya pun bisa melihat ada sebagiaan jamaah yang kerja nya memberi Kurma, Kueh Kasar, dan Air Zam-Zam. Saat orang lain sibuk sholat sunnah, dzikir, membaca al-qur’an dan lain-lain, dia pun sibuk berjalan di depan shaf dan membagi makanan dan minuman kepada setiap orang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan makananya. Hebatnya lagi, semua pun menerima dan memakanya. Walaupun terkadang rasa nya tidak sesuai dengan lidah kita. Namun demi membahagiakan sang pemberi, kita pun semampunya menelan makanan dan minuman. Paling tidak ini pengalaman pribadi, saat penulis artikel ini mendapatkan air minum yang katanya air minum kopi, setelah saya minum rasanya mirip-mirip gambir. Ingin rasanya memuntahkan, tapi situasi yang memang tidak mau untuk menyakiti sang pemberi. Akhirnya saya minum sampai habis. Begitu juga seoranag ibu-ibu dari Bukhoro memberi sepotong kueh, dengan senang hati saya menerima dan memakannya. Saat lidah merasakan nya, seolah-olah tidak kuasa untuk menelannya. Tapi lagi-lagi, saya harus menjaga kebaikan ibu tadi yang telah memulyakan saya dengan memberikan sebagian makananya.

Alhasil, jika memang kita harus mengambil pelajaran, maka Umrah sebenarnya telah mendidik lahir dan batin berkaitan tentang kecintaan kita melaksanakan ibadah kepada Allah dan kecintaan kita untuk senantiasa mencintai sesama manusia secara tulus. Tentu semua kembali lagi kepada masing-masing para jamaah. Tapi yang jelas, Allah dan Rasulullah telah memanggil kita untuk bertemu di tempat termulia di Dunia. tujuannya tidak lain adalah agar kita mampu menjadi manusia yang mulia dalam pandangan Allah baik di Dunia dan di Akherat.


Bagikan :

Vijian Faiz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Catatan Pinggir tentang Umroh

Sat Dec 17 , 2022
Bagikan :Imam Ghozali, Dosen STAIN Bengkalis Cerita ini sebenarnya ingin saya tulis ketika masih di mekah. Namun khawatir mengganggu kekhusu’an ibadah umrah ( tapi selalu saja gagal khusu’ dalam ibadah), maka hari ini saya ingin menulis catatan tentang pernak-pernik ibadah umrah, tentu saja catatan kecil ini dimulai dari Madinah, dan […]

Baca Juga