Merah Putih di Ngruki

Bagikan :

Imam Ghozali [Dosen STAIN Bengkalis]

Ada sesuatu yang istimewa pada hari ulang tahun kemerdekaan ke-77 tahun ini. Bukan karena penyanyi cilik Farel Prayoga yang berhasil membuat para pejabat negara ikut bergoyang gembira, atau juga bukan karena Paskibra Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes tetap melakukan pengibaran Bendera Merah-Putih di bawah guyuran hujan lebat dalam upacara HUT RI ke-77 di wilayah tersebut, namun berkibarnya Bendera Merah-Putih di Pesantren Ngruki pimpinan ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Ini kali pertama bendera Negara Indonesia sejak berdiri Pesantren tersebut pada tahun 1972. Jadi setelah 50 tahun, Bendera Merah-Putih berkibar di Pesantren tersebut. Suatu proses perubahan yang sangat panjang untuk mengakui NKRI sebagai negara yang sah dan bukan negara toghut yang sebelumnya diyakini demikian oleh Ba’asyir.

Beberapa hari lalu memang sempat viral di  Media Sosial berupa video dan berita pengakuan Abu Bakar Ba’asyir terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. berita sangat mengejutkan. Sebab selama hidupnya, Ba’asyir adalah pejuang khilafah dan sudah keluar-masuk penjara mulai zaman orde baru pada tahun 1983. Pada tahun 2021, dia mendapatkan bebas murni pada era Jokowi. Perjalanan panjang dalam memperjuangkan cita-cita politik khilafah menunjukan bahwa Ba’asyir orang yang konsisten terhadap apa yang diyakini sebagai sebuah kebenaran. Dia bukan seorang pejuang takut terhadap Penjara, dan bukan juga takut terhadap kematian. Dasar-dasar keilmuan yang mendalam dan mempunyai referensi baik dalam literature agama, Ba’asyir siap menerima resiko apapun pada dirinya. Penulis artikel ini telah mendengarkan pidato-pidatonya di youtube, dan tulisan-tulisannya berkaitan dengan perjuangan politiknya. Dia dalam hal ini bukan tokoh yang mudah dipengaruhi dan mempunyai konsistensi yang tinggi terhadap cita-cita politiknya, yaitu menegakan Daulah Islamiyah di bumi Indonesia.

Kenapa di usia senja, Ba’asyir menerima Pancasila dan merah-putih sebagai Bendera negara? Penulis Artikel ini menilai bahwa ba’asyir telah membuka diri dalam memaknai syariah dan siyasah yang beragam. Kebenaran-kebenaran yang selama ini dipegang adalah kebenaran tafsir dari dirinya yang memungkinkan perbedaan pendapat dari pendapat ulama lain. Memaksa pendapat diri paling benar dan orang lain salah merupakan suatu jalan yang kurang tepat. Padahal yang mengerti asli dari makna kitab suci tentu saja hanya Allah, sedangkan manusia hanya mampu memahaminya. Dan pemahaman tersebut punya peluang untuk berbeda. Maka dalam konteks negara,  Abu Bakar Ba’asyir  tidak mungkin menganggap paling benar pada saat para ulama-ulama terdahulu yang secara keilmuan jauh lebih memahami syariat pun telah menerima Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.

Namun demikian, penerimaan Ba’asyir terhadap Pancasila dengan suatu catatan yang menurut penulis artikel ini sebagai sebuah krikit. Menurutnya, ideologi Pancasila sesuai dengan ajaran Islam. Namun prakteknya belum mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Catatan ini menurut penulis adalah hal yang wajar. Memang ideologi Pancasila dan cita-cita konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 belum bisa dilaksanakan secara maksimal. Dan kenyataan memang demikian, ideologi apapun di dunia ini belum ada yang bisa dijalankan secara kaffah. Bahkan sejak berdirinya negara Islam di permulaan perintisan, malah sudah terjadi pembunuhan di kalangan khalifah empat pasca meninggalnya nabi Muhammad s.a.w. Jadi belum berhasilnya ideologi Pancasila bukan berarti sebuah kegagalan, sebagaimana pasangan suami-istri yang belum bisa membuat rumah atau sudah mempunyai rumah, tetapi masih berupa Gubuk sederhana. Pasangan ini tidak bisa dikatakan telah gagal membina keluarga. Bisa jadi mereka mendapatkan kebahagiaan dalam kondisi tersebut dibandingkan dengan pasangan lain yang melimpah harta, tapi isinya selalu berkelahi dan cakar-cakaran.

Tapi yang terpenting bagi saya bahwa bertambah usia Abu Bakar Ba’asyir semakin bijak dalam melihat luasnya ilmu pengetahuan, sehingga bisa merima sebagai bagian pengamalan hadist nabi bahwa dalam berijtihad benar mendapatkan pahala dua, dan salah mendapatkan pahala satu. Artinya, seandainya toh para ulama masa dulu berijtihad salah dalam siyasah tetap mendapatkan pahala. Seandainya benar mendapatkan dua pahala. Pada posisi ini, maka Abu Bakar Ba’asyir memahami ijtihad siyasah tidak mungkin bisa disatukan karena kenyataannya sifatnya multi-inteprestasi.

Sikap Abu Bakar Ba’asyir tentu saja bukan karena melemahnya perjuangan dalam penegakan syariat Islam. Ini seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayim yang pada masa-masa tuanya menerima tasawuf yang sebelumnya getol sekali membid’ahkan. Sikap penerimaan terhadap tasawuf adalah wujud dari sudut pandang ilmu agama ternyata tidak cukup hanya melihat dari sisi syariat yang dibatasi oleh aturan beribadah saja. Namun suasana hati dan segala perubahan baik dan buruk isi hati sangat mempengaruhi kualitas ibadah dan amal sholeh seseorang. Tuhan dan Nabi-Nya telah menjelaskan bahwa banyak ahli sholat yang dianggap sebagai pendusta agama dan banyak orang berpuasa dinilai oleh Allah sebagai ibadah yang mubadzir. Semua terjadi bukan karena tidak menegakan syariat fiqh, tapi karena melupakan sandaran hati kepada Sang Pencipta, sehingga muncul pada diri nya rasa sombong atas segala ibadah yang dilakukan. Ini yang menyebabkan tertutup kebenaran dari orang lain, dan menganggap dirinya paling benar. Ketika ini terjadi, justru telah kehilangan esensi agama itu sendiri yang menpunyai tujuan membangun nafsu mutmainah sebagai jalan tertinggi mendekat kepada Allah s.w.t. saya kira, di posisi ini Abu Bakar Ba’asyir menerima Pancasila dan Bendera Merah-Putih.


Bagikan :

Vijian Faiz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Haul Masyayikh; Sebuah Refleksi

Sat Aug 20 , 2022
Bagikan :Imam Ghozali [ Dosen STAIN Bengkalis ] Nanti malam [ Sabtu, 20 Agustus 2022] para alumni pesantren dari seluruh penjuru Pesantren di Indonesia akan mengadakan acara haul masyayikh. Para ulama, kiai, ustadz, dan muhibin (para pecinta ulama) Kabupaten Kepulauan Meranti akan memperingati jasa  para ulama saat masih hidup dalam […]

Baca Juga