Menulis itu Mudah, bagian II

Bagikan :

Pada tulisan yang lalu saya telah mengulas tentang modal pertama untuk bisa menjadi penulis yaitu mempunyai mahabbah atau rasa cinta yang mendalam terhadap dunia tulis-menulis. Sebab cinta itu berlaku bagi apapapun dan siapapun. Cinta  mendekatkan yang jauh, memudahkan yang sulit, membuat bahagia siapapun yang mempunyai cinta pada dirinya.

Pada tulisan ini saya membahas langkah kedua menjadi seorang penulis yaitu: membiasakan menulis. Tidak ada trik yang lebih jitu dari seorang penulis yang pernah lahir dan akan lahir di kemudian hari selain membiasakan menulis setiap saat, setiap waktu. Menulis itu benar-benar menjadi suatu hobbi yang mengiringi dirinya setiap saat. Sama seperti kesukaan-kesukaan lain pada umumnya. Umpamanya saja jika kita hidup di pedesaan, saat musim kemarau datang, kita bisa melihat di pesawahan, tegalan atau lapangan sepak bola, para pemuda, anak-anak sampai mereka yang sudah berkeluarga bermain layang-layang. Saya ingat dulu, saat musim laying-layang tiba, hari-hari selalu berada di sawah atau tegalan di siang hari sampai menjelang maghrib. Tidak peduli keadaan kulit yang menghitam kena panas matahari. Bahkan sering kena marah orang tua karena sering lupa makan atau terlambat pulang, dan belum mandi.  Malam harinya, setelah sholat isa di bawah lampu petromak [ istilah lampu dengan bahan bakar minyak tanah ] saya membuat layang-layang dengan beragam model. Jari telunjuk sampai “kapalen” karena digunakan untuk “langgenan” bahan-bahan layang-layang dari bahan bambu yang sudah dikecilkan. Selain jari telunjuk tangan, juga kadang menggunakan pahanya yang dialasi dengan sebuah kain atau kadang celana langsung. Itu sebabnya, celana nya menipis dan gampang robek karena sering digunakan untuk menghaluskan “ragangan” layang-layang.

Ada teman saya yang sangat hebat ketika membuat layang-layang. Setiap membuat, bisa dipastikan komposisi layang-layangnya seimbang dan bisa terbang dengan baik. Kadang saya berfikir juga, bahan bambu nya sama, tapi hasilnya berbeda. Saya kurang baik hasilnya, dia sangat baik hasilnya. Saya iri,namun saya juga bersyukur, karena layangan yang saya buat pun bisa terbang walaupun tidak maksimal sebagaimana teman saya tadi.

Itulah kondisi pedesaan saat musim kemarau datang. Suasana sore hari menjadi sangat indah. Masyarakat desa tumpah ruah bermain layang-layang bersama dengan fariasi warna dan bentuk beragam. Semuanya merasa senang dengan apa yang dimilikinya. Namun bisa dipastikan, semua yang suka layangan tadi bisa membuat beragam bentuk yang beragam dengan corak yang beragam juga. Latihan dan kebiasaan bermain layangan menyebabkan anak-anak pedesaan sangat mahir bermain dan membuat layangan dengan mudah.

Sebagaimana layangan, menulis juga tidak jauh berbeda. saya masih ingat, ketika mulai bisa membaca ketika memasuki sekolah kelas 1 atau 2 Madrasah Tsanawiyah [SMP agama]. Saya masih ingat betapa marah anak-anaknya mbok de mendidik saya agar bisa membaca dan menulis. Bahkan saking “ndongkol” kadang tidak mau mengajariku. Saya pun harus pergi mencari teman-teman saya yang sudah bisa membaca untuk mengajariku membaca. Akhirnya, saya pun berhasil membaca walaupun terlambat.

Bagi saya ini karunia yang sangat besar yang diberikan oleh Allah s.w.t.  walaupun terlambat, saya bersyukur bisa membaca dan menulis. Saya belum berfikir untuk menjadi penulis saat masih Tingkat Sekolah Menengah Pertama [SLTP] dan Menengah Atas [SLTA]. Saya menulis hanya untuk mengerjakan tugas dari bapak atau ibu guru di sekolah. Itupun masih sering salah dan selalu mendapatkan nilai tidak memuaskan. Saya tidak paham arti subyek, obyek dan predikat. Nilai bahasa Indonesia saya jeblok.

Saya tidak peduli. Bahkan ketika saat ini sudah mendapatkan titel doktor, sebagai wujud ketuntasan dalam belajar saya sampai tingkat tertinggi, saya tetap terus belajar dan belajar menulis. Tidak malu belajar sama siapapun. Saya pun selalu menulis apapun. Saya kirim tulisan saya ke media massa. Berapa kali ditolak, sudah tidak terhitung. Namun tetap saya simpan tulisan saya, dan kemudian saya menulis lagi dengan tema yang berbeda, dan kirim lagi ke media massa. Pantang menyerah. Menulis dan terus menulis.

Pada bulan oktober 2021, saya mengikuti pelatihan. Dari sekian pemateri, ada seorang professor yang sangat produktif menulis memberi kiat bahwa untuk menjadi penulis hanya tiga kata yang dibutuhkan yaitu: menulis, menulis, menulis. Saya pertamanya kecewa juga. Sebab saya berfikir mungkin ada sebuah “trik jalan pintas” untuk menjadi seorang penulis. Mungkin dengan metode tertentu atau minum obat perangsang sehingga dengan “bin salabin” langsung bisa.

Namun saya berfikir apa yang dikatakan oleh sang penulis benar juga. Menulis tidak sama dengan “menggemukan” badan. Dulu, saat saya di pesantren, badan ingin sekali gemuk. Karena saya melihat bahwa orang yang badangnya gemuk, terlihat wibawa dan gagah. Lalu saya pun minum jamu. Sekita berjalan satu bulan, ada perubahan pada tubuh saya, perut menjadi besar dan yang jelas wajah saya tambah “tembem” seperti terkena penyakit “beri-beri” dan mata menjadi terlihat sipit. Ketika saya pulang, orang tua dan mbok de saya melihat badang saya melar. Mereka bukan merespon bangga dengan kondisi yang demikian, malah sebaliknya mengkritik saya habis-habisan. Mbok de saya yang paling keras mengkritik: “ Di Pesantren kok gemuk, kapan puasa dan tirakatnya. Mendingan tidak usah di pesantren, pulang saja kalau tidak belajar dan kerjanya cuma makan dan tidur saja.” Gara-gara ucapan mbok de, saya pun berhenti minum jamu penggemuk badan, dan kembali normal.

Alhasil dari cerita tersebut, bisa diambil kesimpulan, bahwa menjadi seorang penulis tidak perlu menunggu “wangsit” atau bisikan dari tenaga ghaib. Tidak perlu sama sekali. Yang perlu dilakukan saat ini yaitu menulis-menulis dan menulis. Terus lah menulis, sehingga otot-otot kita dan pikiran kita terbentuk pada kebiasaan menulis. Lambat laun, file-file kata dan kalimat terekam dalam ingatan. Saat itulah, anda akan menikmati bahwa menulis itu mudah dan menyenangkan.


Bagikan :

Vijian Faiz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Menulis itu Mudah-Bagian III

Sun Nov 7 , 2021
Bagikan :Bagikan :

Baca Juga