
Saat ini ada sebagian generasi bangsa Indonesia yang malas melihat masa lalu tentang kisah para pahlawan dalam rangka memperjuangkan sebuah kemerdekaan. Ada generasi yang demikian. Mereka sangat sulit menerima suatu kisah “penderitaan” para orang tua dulu yang melahirkan kemerdekaan. Saya kira wajar, karena mereka sudah lahir saat Indonesia merdeka, saat makanan “krekel” atau ubi yang dikeringkan yang kemudian dicampur sedikit beras dan kemudian ketika matang, dan menjadi makanan anak-anak dulu tahun 80-an, yang kalau makan harus dibagi oleh orang tuanya. Sebab jika tidak dibagi, maka tidak cukup. Ma’lum, tahun 1980-an sulit menemukan beras, yang ada adalah ubi. Sehingga beras dicampur dengan ubi agar anak-anak bisa makan walaupun tidak kenyang. Walaupun sering tidak ada lauk dan sayur. Hanya “jlantah” atau minyak bekas untuk menggoreng ikan asin atau krupuk yang terasa asin. Tapi saat itu, rasanya sangat nikmat sekali.
Generasi tahun 2000-an memang tidak mengenal kehidupan saat nenek moyangnya makan “bonggol pisang” atau pohon pisang yang masih muda karena terpaksa makan disebabkan tidak ada nasi dan makanan yang pantas di makan. Itu tahun sebelum kemerdekaan. Bangsa barat telah menjadikan bangsa Indonesia tidak bisa sekolah, tidak bisa makan, tidak bisa bekerja. Bangsa Indonesia hanya dijadikan buruh kasar untuk membangun jembatan, jalan raya, dan pabrik-pabrik bangsa barat dengan biaya yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Generasi tahun 2000-an tentu kurang bisa membaca dengan baik perjuangan nenek moyang bangsa Indonesia. waktu itu, kematian rakyat Indonesia tidak detik, bukan tiap menit. Jalan, hutan, perusahaan dan selokan selalu ada saudara-saudara sebangsa dan setanah air mati karena kelaparan, karena ditendang dengan sepatu booth belanda, dan di siksa di penjara karena menyuarakan kemerdekaan.
Ketika penderitaan terus-menerus terjadi, bangsa ini pun bersatu padu. Bangsa ini sudah tidak lagi melihat warna kulit, suku, etnis, budaya dan agama. Mereka sadar bahwa bangsa ini sangat beragam dan tidak bisa hanya berdiri satu suku dan agama. Bangsa ini harus bersatu dalam kebinekaan tunggal ika, yaitu berbeda-beda tetap satu memperjuangkan kemerdekaan. Dan atas berkah dan rahmat Allah s.w.t, perjuangan mereka pun membuahkan hasil. Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.
Kini Indonesia telah merdeka. Generasi yang buta sejarah berusaha ingin menghancurkan. Atas nama agama, atas nama berkedok syariah ingin menghancurkan Negara Kesatuan Republic Indonesia [NKRI] dengan paham ideologi transnasional yaitu khilafah islamiyah, yang hanya untuk kepentingan umat islam, bukan untuk seluruh masyarakat Indonesia. sungguh suatu gerakan yang sangat menyakitkan dan mengerikan untuk masa depan bangsa Indonesia.
Lihatlah saat negara tetangga afganistan ketika sudah dikuasi oleh kelompok yang berkedok “pejuang syariah”, mereka dengan tidak segan-segan membatasi gerak perempuan berkarir di tempat public, dan bahkan sangat miris sekali, saat seorang perempuan atletik volley bola dipenggal lehernya. Itu satu agama, apakah tidak mungkin lebih mengerikan lagi ketika diterapkan yang berbeda agama? Sungguh masa depan Indonesia sangat mengerikan jika ini terjadi. Namun, saya berharap bangsa Indonesia, khususnya para generasi muda untuk tidak terjebak paham-paham yang demikian. Mari jaga dan rawat serta isi negara ini dengan prestasi. Jika bangsa ini berprestasi maka, bangsa ini menjadi manusia yang bermartabat, apapun agama dan latarbelakang kita. Semua sejajar dan sama derajatnya di NKRI.