Memaknai Timur dan Barat

Bagikan :

Imam Ghozali, Dosen STAIN Bengkalis

Indonesia sering disebut Masyarakat Timur atau Bangsa Timur. Sedangkan Bangsa Eropa disebut Bangsa Barat atau Masyarakat Barat. Kedua nya punya budaya atau perilaku berbeda-beda dengan sebutan: Budaya Timur dan Budaya Barat. Budaya Timur berarti Identitas Bangsa Timur dalam tulisan ini adalah Bangsa Indonesia. Budaya Barat berarti Identitas Bangsa-Bangsa di Eropa.

Keduanya saling mengklaim sebagai Bangsa yang paling baik pada sisi-sisi tertentu dengan menyadari kekurangannya (walaupun tidak secara terus-terang, karena tidak mau mengatakan-nya karena dianggap merendahkan Bangsa atau Masyarakatnya sendiri). Bangsa Timur dalam perbincangan yang sering kita dengar adalah masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas yang agung, punya etika yang tinggi dan sangat menghormati orang lain. Selain karena sudah menjadi watak, juga didukung oleh sejarah panjang yaitu tumbuh dan berkembangnya agama-agama besar seperti: Buddha, Hindu, Konghucu, dan Islam. Mereka berkembang pertama di Negara-Negara Timur seperti india, Arab Saudi, Mesir, Jepang, Cina dan Indonesia. Masyarakat yang berdiam di negara-negara tersebut mempunyai adalah watak hampir sama dan sangat menjaga dengan budaya masing-masing. Kekayaan budaya di negara-negara tersebut didukung oleh melimpahnya Sumber Daya Alam ( SDA) dan Geografis beraneka ragam. Itu sebabnya watak ajaran agama-agama tersebut di atas yang lembut, santun dan menghargai kemanusiaan menjadi mudah diterima dan dianut oleh mereka. Wajar, jika agama-agama tersebut menjadi agama terbesar di negara-negara tadi, dan menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

Atas dasar tersebut, ketika ada saudara kita yang berasal dari Kampung lalu merantau ke Kota dan bekerja di sana akan mempunyai gaya berpakain dan berbicara seperti layaknya orang Kota [ secara watak Kota menjadi perkumpulan manusia yang beragam budaya Dalam Negeri dan Luar Negeri]. Ketika mereka pulang, gaya hidup model Kota pun di bawa ke Kampung dengan ditandai memakai Baju yang tidak umum dipakai di Kampungnya, potongan rambut kekinian, dan logat bicara nya yang seolah-olah sudah kesulitan mengucapkan bahasa Kampung dengan dicampuri logat gaya kota. Paling tidak mereka mempunyai rasa bangga pada diri sendiri dan ingin menunjukan bahwa mereka sudah mempunyai suatu kebiasaan atau budaya yang dianggap maju, modern dan tidak kolot sebagaimana anggapan mereka terhadap masyarakat Kampung yang sering diidentikan dengan keterbelakangan. Akibatnya, orang tua-tua Kampung pun bergantian memandang anak-anak muda yang baru pulang dari Kota seperti Kacang lupa pada Kulitnya atau “lanjaran nya”. Kalau di Jawa sering dikatakan “ora jawani” yang mempunyai arti telah lupa pada cara hidup yang biasa dilakukan oleh orang-orang di Kampung. Sedangkan ungkapan yang lebih umum di dengar terhadap perilaku mereka sering dianggap orang-orang yang telah kehilangan Budaya Masyarakat Timur.

Budaya Barat berarti Budaya Masyarakat Eropa. Mereka telah mempunyai tradisi intelektual cukup baik dan sudah berjalan beradab-abad lamanya. Jika dilihat pada kajian geneologi selalu dikaitkan dengan keturunan dari yahuda. Jika ditarik lurus keatas, sampai kepada Nabi Ibrahim A.S. jadi ketika Nabi Ibrahim menikah dan mempunyai anak Ismail dan Ishak, keduanya menyebar pada wilayah yang berbeda. Nabi Ishak menurunkan para Nabi seperti Nabi Daud, Musa dan Isa. Mereka mendapatkan Kitab Suci dan memberikan pembelajaran ketauhidan kepada kaum Yahudi. Namun karena kecerdasan kaum Yahudi yang mempunyai kemampuan Ilmu Astronomi dan perdagangan serta menguasai basis-basis ekonomi telah membentuk kemandirian dalam berfikir, rasional dan tidak mudah menerima segala sesuatu yang bersifat irrasional. Maka jangan heran apabila kaum Yahudi berani melawan dan bahkan membunuh para Nabi. Bahkan ketika mereka telah diselamatkan oleh Musa atas kekejaman Fir’aun, selang beberapa tahun mereka pun melawan Musa dengan membuat ibadah sendiri. Bukan tujuannya sebagai sesembahan[ sekarang lebih dikenal dengan sebutan “politik Identitas”], tapi politis untuk kepentinan ekonomi dan kekuasaan. Itu sebab nya Tuhan kemudian mengutuk mereka sehingga kehilangan negaranya. Hal yang sama pada masa Nabi Daud dan Nabi Isa.Mereka menjadi manusia yang hina dan menjadi pengembara di daerah-daerah barat yang sekarang ini disebut Bangsa Barat.

Sedangkan nabi Ismail ketika berada di Mekkah bersama ibunya hajar, menikah dengan gadis Bangsawan Arab kuno. Wajah nya yang putih, mancung dan rambut hitam telah menyebabkan banyak wanita mendekatinya, termasuk gadis yang dinikahinya. Dari berbagai generasi kemudian lahirlah Suku Qurays yang melahirkan nabi Muhammad s.a.w ( wajah dan kulitnya Nabi Muhammad lebih mirip dengan Nabi Ismail, putih, tinggi dan hidungnya mancung tidak sama dengan wajah orang Arab pada umum nya).

Kaum Yahudi berdiam di dataran Eropa berabad-abad lamanya. Mereka menguasi ilmu pengetahuan dan politik. Puncaknya ketika terjadi Revolusi Industri yang kemudian merubah wajah Dunia menjadi masyarakat modern saat sekarang ini. Mereka kemudian melebarkan sayapnya ke seluruh pelosok Dunia yang kemudian hari menguasai wilayah-wilayah di Indonesia dan menjadi imperialisme berpuluh-puluh tahun lamanya. Dari sini kemudian lahir lah presepsi negatif terhadap Bangsa Barat sebagai Bangsa Penjajah dan tidak bermoral.

Namun apakah penyebutan “Timur” dan “Barat” saat ini masih relevan dalam kehidupan Global? Di era masyarakat tanpa batas atau masyarakat dunia maya saat ini sudah sangat sulit untuk membatasi budaya-budaya tertentu agar tidak mempengaruhi kepada masyarakat atau bangkan bangsa tertentu. Bahkan kini penyebutan tersebut lama-kelamaan sudah mulai hilang dalam pembicaraan di masyarakat atau juga oleh para pemangku kebijakan. Era internet benar-benar mampu mengubah presepsi masyarakat dalam hitungan jam, menit bahkan juga detik. Derasnya arus informasi dan campur-baurnya budaya telah membentuk manusia baru yaitu manusia rasa Timur-Barat. Sekarang ini, apa yang dilakukan Bangsa Timur juga dilakukan Bangsa Barat. Begitu juga sebaliknya.

Saat ini jika kita pergi ke daerah-daerah yang sering disebut sebagai daerah yang masih menjaga budaya seperti Yogyakarta, Solo, dan Bali akan dijumpai orang-orang bule belajar budaya bangsa ini. Mereka bisa memainkan Seni Gamel, Karawitan, bisa berhasa Jawa, bisa menari dan memainkan alat-alat tradisional. Sebagian para pengambil kebijakan di Negeri ini, terutama yang berkutat pada bidang ini merasa sedih. Pada saat Bangsa Barat mencintai budaya Bangsa ini, tapi generasi muda bangsa Indonesia sudah tidak lagi atau kurang berminat belajar pada budayanya. Ini mungkin yang sering disebut sebagai the lost generation, generasi yang kehilangan identitas atau generasi yang asing di negerinya sendiri.

Bisa jadi era ini sudah lama terjadi secara massif dan bergerak secara evolutif akibat arus informasi yang sudah tidak terbendung lagi. Sebagian orang tua merindukan masa lalu yang dianggap sebagai masa yang penuh dengan tatanan nilai-nilai moral dengan memposting permainan anak-anak era 80-an, foto-foto anak sekolah, guru dan ruang sekolah yang sederhana bangunanya tapi penuh makna. Ada juga generasi tua memposting lagu-lagu, film-film serta siaran TV berisi informasi transmigrasi, pertanian, olah raga sepakbola, bulu tangkis, dan tinju era Elyas Pical. Kenangan-kenangan ini sengaja di update kan pada Media-Media Sosial untuk membangkitkan kenangan sekaligus pembelajaran mengintropeksi diri bahwa generasi saat ini sudah sangat jauh terjerabut dari akar budaya dan moral-moral yang luhur. Mereka telah berubah menjadi pribadi asing pada saat kaki nya berada di bumi pertiwi. Anak sudah biasa membentak orang tua, melawan guru dengan tanpa merasa bersalah. Begitu juga, orang-orang tua saat ini yang dulu mulai mencicipi evolusi Budaya Barat pun sudah tergerus oleh gaya hidup bangsa barat yang glamour, baik dalam hal pakaian, kendaraan dan sebagainya. Jika dulu, orang tua mempunyai anak cukup banyak dengan rumah sederhana, dan makan ala kadarnya masih bisa mengucapkan syukur dan tidak pernah meninggalkan ibadah kepada Allah. Kini generasi orang tua sekarang sudah ingin melihat dunia ini sebagai gambaran Surga mini di Dunia; semua ingin nikmat dengan fasilitas yang sempurna. Hedonisme pun menjadi madzhabnya.

Tidak semua yang datang dari Timur itu baik dan tidak semua yang datang dari Barat itu jelek. Bangsa Timur yang diklaim sebagai bangsa yang baik tentu karena bangsa ini dulu pernah menjadi pusat peradaban agama-agama sebagaimana disebut di atas. Namun juga harus jujur, Bangsa Timur juga mempunyai watak dan sifat yang tidak baik juga sebagaimana bangsa barat, yaitu rakus, riya, sombong, ingin menang sendiri dan sifat-sifat lain. Mereka juga mempunyai sifat-sifat baik yang mempunyai kesamaan dan ketidaksamaan. Mempertemukan kedua sifat Barat dan Timur pada satu titik dalam rangka melahirkan manusia baru merupakan hal yang wajar-wajar saja. Tentu saja sifat-sifat tersebut adalah hal-hal yang positif yang tidak bertentangan pada moral yang agung dan nilai-nilai agama. Kita bisa menjadi orang barat yang tetap menjadi diri kita sebagai bangsa Indonesia sebagaimana orang barat bisa menjadi orang Indonesia yang tetap menjaga identitas mereka sebagai orang barat. Jadi pertemuan Barat dan Timur adalah pertemuan yang bersifat mutualisme, saling menguntungkan dengan tetap saling menghargai dan menjaga kepribadian bangsa dan negara masing-masing.

Itu sebabnya, menjadi orang Barat bukan pada budaya” nyemir” rambut berubah seperti “rambut jagung” atau “lumut” dan “geleleng ngontal obat koplo”, tapi penekanannya pada tradisi intelektualnya yang sangat progresif. Jadi orang Barat dalam majazi, yaitu mengambil nilai-nilai positif dan membuang budaya yang merusak. Istilah yang BJ Habibie gunakan yaitu : “ Otak Jerman, Hati Hati Tetap Mekah”. Jika ini diterapkan saat sekarang ini, buah nya generasi selanjutnya adalah generasi yang cerdas, solutif dan inovatif dengan tetap menjaga identitas sebagai bangsa Indonesia yang bermartabat.


Bagikan :

Vijian Faiz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Tersipu Malu sama Rasulullah

Sat Sep 10 , 2022
Bagikan :Imam Ghozali, Dosen STAIN Bengkalis Seorang jeniius yang bernama Dr. Ali Abdul Wahid Wafi’ menjelaskan segala sisi kehidupan Ibnu Khaldun sangat luarbiasa. Seolah-olah Dia adalah manusia yang sempurna. Dia sering mendapat julukan Tokoh Sosiolog Islam terbesar yang pernah ada di Dunia. Reputasinya sebanding dengan Auguste Comte. Bahkan jauh lebih […]

Baca Juga