Beberapa hari ini saya bertemu dengan tiga kyai, yaitu : Kyai Said, Kyai Yahya Staquf, dan Kyai Marzuki. Sudah beberapa kali saya mimpi ketemu mereka. Saya tidak bisa mengartikan pertemuan mimpi saya dengan para ulama tersebut. Selain karena bukan keahilan saya, khawatir ini hanya “kembang turu”, karena terlalu banyak pikiran, letih atau kelelahan karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Namun sebagai orang yang berasal dari Nahdhiyin atau warga NU [ karena saya suka baca tahlil dan al-barzanji, jadi anggap saja saya NU ], saya telah mempelajari bahwa ta’biru ru’yah atau membuka rahasia dibalik mimpi itu ada. Bahkan Junaidi al-Baghadi mengatakan bahwa mimpi bagian dari ciri-ciri kenabian [wallahu a’lam]. hal ini dibuktikan dalam nash-nash al-Qur’an menjelaskan hal-hal tersebut.
Saya tidak akan membahas siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah, karena seharusnya kata menang dan kalah memang tidak ada dalam tradisi NU. Sebab Muhtamar bukan pemilihan presiden dan wakil presiden, bukan juga memilih gubernur dan wakil gubernur. Jadi seharusnya memang Muhtamar itu adalah silaturahim akbar para ‘alim dan para ulama dalam merumuskan masa depan NU, masa depan agama, dan masa depan bangsa dan negara. Mimpi saya hanya diulas pada kulitnya saja, bahwa ketiga kyai tersebut sebenarnya sedang mendapatkan tempat di warga nahdiyin khususnya warga yang terdaftar dalam kepengurusan NU tentunya, wabil khusus yang mendapatkan suara untuk memilih dan dipilih.
Kenapa mereka mendapatkan tempat di hati warga NU struktural? karena saya mimpi demikian. benar tidaknya wallahu a’lam. Sebagaimana pada tulisan terdahu tentang “Gus Dur hadir di Muhtamar Lampung”, ketiga adalah murid tulen dari K.H. Abdurrahman Wahid [Gus Dur]. tentu saja warga NU tahu bahwa tokoh yang sangat sulit ditebak dalam berorganisasi dan berpolitik adalah Gus Dur. Kyai ini telah memainkan “jurus mabuk” yang menyebabkan kawan dan lawan pun sama-sama bingung untuk menebak arah mata angin pemikirannya. Namun yang jelas inti dari jurus tersebut hanya satu yaitu memanusiakan manusia, apakah NU atau politik, tetap intinya yaitu kemanusiaan.
Apakah ketiga kyai tersebut ketika sekolah kemanusiaan dengan Gus Dur mempunyai pemahaman yang sama? ini pertanyaan menarik dalam memahami lorong-lorong spritual mimpi yang penuh misteri. Jika kyai Yahya menjadi jubir Gus Dur saat menjadi presiden RI, kyai Said menjadi katib syuriah ketika Gus Dur menjadi tanfidziyah dan kyai marzuki adalah kyai yang mendapatkan sarung dari almarhum Gus Dur. Ketiga nya sebuah simbol, bahwa tugas berat dari kyai Yahya yaitu menjelaskan kepada bangsa dan negara dan kepada masyarakat NU serta dunia tentang pemikiran Gus Dur. Begitu juga kyai Said mempunyai tugas berat untuk mencatat dengan baik pemikiran-pemikiran Gus Dur yang benar-benar tidak bertentangan dengan esensi ajaran agama Islam dan juga secara organisasi NU. Dan kyai Marzuki mendapatkan sarung merupakan simbol dari Gus Dur untuk menjadikan pemikiran Gus Dur mampu melindungi seluruh umat manusia. Bukankah kita semua bagaikan satu tubuh, yaitu umatan wahidah ?
Saya tentu saja khawatir, jika mereka berbeda pemahaman dalam menterjemahkan pemikiran Gus Dur. Dalam catatan mimpi, ketiga nya telah bertemu dengan diriku dan mengajak untuk berkeliling ke berbagai Pesantren, ada yang bisa masuk ke pesantren dan ada juga hanya melihat tembok pesantren yang sangat kokoh. Saya hanya bagian untuk mengikuti mereka saat kunjungan di Pesantren dan duduk bareng seperti dalam sebuah sawir, ada yang tegang dan ada yang rilek dan senyum-senyum [ siapa yang tegang dan senyum mohon maaf tidak saya ceritakan, ini hanya mimpi]. Saya tentu beruntung, karena dalam mimpi yang berbeda, mereka sama-sama mengajak diriku untuk bertemu dengan para kyai. Jika ini benar dalam realita, apakah juga masih membicarakan pemikiran Gus Dur atau sudah pemikiran lain yang berbeda dengan Gus Dur? wallahu a’lam. ini yang saya tidak tahu. masih misteri. Ma’lum hanya mimpi.
Namun kekhawatiran saya sedikit berkurang. tentu saja karena para ulama dan kyai serta para muhibin masih semangat mengumandangkan sholawat. ini adalah obat terampuh bagi warga NU. Karena dengan sholawat, semua mendapatkan syafaat. Apakah yang banyak dosa atau tidak, semua mendapatkan syafaar dari nabi teragung, Muhammad s.a.w. Dan saya yakin, walaupun mereka punya pandangan berbeda untuk mencapai tangga kemulyaan dalam Muhtamar, para kyai yang agung tetap mengedepankan ahlak al-karimah sebagaimana yang telah diwariskan oleh para pendiri NU. Amin.