FIQH AL-DARAR
Pendahuluan
Makashid al-syari’ah atau yang biasa disebut dengan tujuan hukum Islam memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan syariat Islam pada waktu yang akan datang. Syari’at Islam secara umum bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umum kepada setiap orang dan menolak kemudharatan bagi kehidupan seorang di muka bumi.
Ibun asyur menjelaskan bahwa Al-Syari’ (pembuat hukum: Allah dan Rasul-Nya) dalam menetapkan berbagai hukum, tidak hanya bertujuan memberikan beban kepada umat manusia tetapi lebih bertujuan menciptakan kemaslahatan umat manusia dan menghindarkan dari kemudharatan. Kedua tujuan tersebut berdasarkan prinsip moral agama.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan dasar dari maqasihd al-syari’ah adalah untuk mengapai satu tujuan yang agung yaitu agar para mukallaf mendapatkan kemudahan dan keringanan ketika beribadah kepada Allah S.W.T dan terhindar dari segala macam bentuk kemudharatan. Terkait dengan maqashid al-syari’ah dalam mencegah terjadi kondisi darar (kerusakan), maka ajaran agama Islam berupaya untuk menolak terjadinya darara (kerusakan) berdasarkan hadist Rasulullah s.a.w. adapun makna La Darara di dalam hadist tersebut adalah tidak membahayakan terhadap diri sendiri. sedangkan makna La Dirara adalah tidak berbuat bahaya terhadap orang lain. dalam kontek sosial, relevansi hadist ini digunakan untuk mengembangkan berbagai macam penafsiran dalam memberikan fatwa hukum terhadap penyelesaian konflik kepentingan sosial di dunia.
Adapun fiqh al-darar yang bertujuan untuk menolak (daf’u al-darar) merupakan abgian dari teori maqashid al-syari’ah yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak kemudharatan untuk mengapai nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan hukum.
Makna al-darar dalam hukum Islam
Hakikat Al-Darar
Adapun darar secara etimologi berasal dari kata الضر yang artinya sesuatu yang dibenci atau sesuatu yang menyakiti. Izz al-din bin abd al-salam mengatakan bahwa kata darar merupakan sinonim dari kata mafsadah yang berarti penyakit atau sebabnyanya. Sedangkan menurut zakaria al-ansori, di dlaam bukunya berjudul al-hudud al-aniqah wa al-ta’rifat al-daqiqah mengatakan bahwa kata darar dalam bentuk الضرورة artinya seuatu kondisi yang harus terjadi yang sifatnya mendesak pada seseorang tanpa ada alternative.
Batasan Kerusakan (Al-Darar)
Ukuran dasar dari kerusakan adalah beraneka ragam. Mahmud mustaqil mengatakan bahwa darar (kerusakan) adalah sampainya suatu batasan, jika tidak melaksanakan sesuatu yang dilarang oleh agama maka akan menjadi binasa atau menderita baik terhadap tubuh maupun jiwa. Sedangkan imam syafi’I mengatakan sesungguhnya sesuatu yang bersifat itu terletak pada harganya. Aritnya imam syafi’I menjadikan harga sebagai patokan dalam menilai sesuatu itu manfaat atau sia-sia.
Al-Darar dan Hak Asasi Manusia
Upaya menolak kerusakan bisa mencakup upaya pencegahan sebelum maupun sesudah terjadi kerusakan. Dalam arti, segala upaya harus kita lakukan agar kerusakan tidak terjadi. Jika kersuakan sudah terjadi, maka penolakan yang dapat dilakukan adalah dengan pengaturan dan pengelolaan secara baik, serta menghilangkan dan berupaya mencegah agar darar semacam itu tidak terulang kembali. Kersuakan menyebabkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang apabila didiamkan akan menimbulkan kerugian dan kejahatan yang lebih besar.