
KISAH CINTA TERLARANG
“Mas, saya perhatikan sejak tadi kok termenung terus, ada apa sih” Tanya Paijo kepada Paino. Paijo tidak bergeming. Diam seperti Batu. Pandangan mengarah jauh ke depan pada lautan luas. Namun kosong. Gelombang laut dan kapal-kapal nelayan yang cukup banyak tidak merubah ekpsresi dingin sedingin es batu. Pertanyaan Paino nampaknya tidak bisa menembus dinding persoalan yang ada dalam pikiranya. Paino harus bersikap agak sedikit dewasa. Walaupun biasanya bergurau yang kadang berlebih-lebihan. Kini dia harus ikut berkabung atas musibah yang menimpa sahabat karibnya.
Ma’lum di Kampus, keduanya terkenal sahabat karib yang paling suka “membanyol”. Apa saja bisa dijadikan menu untuk bisa membangkitkan selera gurauan semakin nikmat. Bahkan dalam perkuliahan pun selalu saja kehadiran Paijo menjadi Jimat untuk menciptakan suasana cair. Terutama ketika mata kuliah yang dosen nya agak kiler. Gara-gara Paijo itulah, kawan-kawanya bisa melihat senyum sang kiler tadi secara gratis. Tapi kalau Paijo pas absen, hemmm, kuliah tegang semua. Rambut kumis pun ikut tegang. Memang dalam hal ini, Paijo membawa berkah.
Paino kelihatanya memahami psikologi Paijo. Ini pasti ada persoalan serius. Adat kebiasaan suka bergurau hilang, berganti dengan wajah yang sangat muram. Pasti Ini sangat serius. Paino sebagai sahabat dekat tidak tega melihat temanya menderita begini. Sebagai sahabat karib yang sama-sama tinggal di asrama mahasiswa, yang sama-sama suka join Odol, Sabun, dan Parfum Casablanca, tentu panggilan jiwa ingin ikut menyelesaikan persoalan maha dahsyat yang melebihi dahsyatnya wabah Covid-19.
“Mas, ceritalah kepadaku, masa sih semua persoalan di telan sendiri, itu rakus namanya” pintaku dengan agak sedikit bergurau. Nampaknya, setelah diam beberapa waktu, Paijo mulai membuka pintu hatinya. Tapi masih sedikit. Dia selalu saja mengatakan tidak ada persoalan. Bahkan dia pun ngomong tidak usah khawatir tentang keadaan nya saat sekarang ini.
“Mas Paijo, kita sudah berteman cukup lama, kita pun sudah saling mengenal, masa sih ente bilang tidak ada masalah, wong satu helai rambut kumis mu terkilir pun saya tahu” kata Paino mempertahankan argument persis saat mempertahankan argument saat lagi kuliah. Pokoknya, apapun yang terjadi dan bagaimanapun yang harus dilakukan, Paino tetap ngotot untuk bisa membuka ruang keterbukaan hati Paijo tentang problem yang sedang terjadi. Dan nampaknya usaha nya berhasil. Paijo pun akhirnya bicara.
“Mas Paino, pernahkah kamu jatuh cinta?” Tanya Paijo.
Paino mendengar ingin tertawa. Namun untuk menjaga toleransi persahabatan, maka ditahan dulu. Khawatir ketika tertawa, malah Paijo menutup diri. Khan bahaya. Harus berusaha lagi membuka hatinya dari nol.
“Pernah, tapi sudah berkarat” jawab Paino dengan mimik yang sama seriusnya dengan Paijo.
“Apakah orang yang jatuh cinta itu harus menyakiti orang lain sebagai bukti kecintaan kita kepada kekasih nya” Tanya Paijo lagi.
“Maksud nya?” Tanya Paino.
“Begini, anggaplah saya punya kekasih. Lalu saya harus melakukan suatu perbuatan tercela agar saya bisa mendapatkan respon dari kekasihku, menurutmu gimana Mas” kata Paijo menjelaskan.
“Wah, kalau seperti ini nampaknya tidak bolehlah Mas” jawab Paino.
“Tapi faktanya dalam kehidupan demikian khan” Tanya Paijo lagi untuk memperkuat pertanyaan sebelumnya.
Nampaknya Paino bingung harus menjawab apa. Cita-cita ingin menyelesaikan persoalan, justru dia mendapatkan persoalan baru. Referensi bacaan dan pengalaman, menyebabkan Paino tidak bisa menjawab. Namun bagaimanapun dia tetap berusaha menjawab walaupun sekenanya saja.
“ Faktanya memang demikian, tapi fakta yang baik juga banyak kok”, jawab Paino sedikit diplomatis. Namun tak disangka, ternyata jawaban ini juga menyebabkan Paijo sedikit manggut-manggut. Kesempatan ini digunakan Paino melemparkan pertanyaan kepada Paijo.
“Sebenarnya ente sedang jatuh cinta sama cewek ya” Tanya Paino sambil tertawa.
Namun wajah paijo tetap dingin. Hanya saja kepala geleng-geleng menunjukan bahwa dia tidak sedang jatuh cinta dengan seorang gadis.
“Lalu kalau tidak dengan seorang gadis, jatuh cinta dengan siapa?” Tanya Paino lagi.
Paijo menarik nafas dalam dalam. Terdiam beberapa saat kemudian berkata:
“ Saya sedang jatuh cinta sama Alloh” jawab nya singkat.
“Lalu kenapa malah sedih” Tanya Paino.
“Inilah persoalanya, Mas” jawab Paijo.
“Persolan bagaimana maksudnya Mas?” Tanya Paino.
Paijo akhirnya menjelaskan dengan panjang lebar persoalan yang menimpa dirinya beberapa hari belakangan ini:
“Paino, ente sudah tahu walaupun kita termasuk orang terpilih bisa kuliah, namun pengetahuan agama kita mungkin belum sebanding atau belum sempurna. Suatu hari, saya berkenalan dengan seorang gadis di FB. Postingan dan share-share serta kalimat yang dia buat menjadikan saya mengaguminya. Narasi kalimat yang dibuat terlihat sangat indah tentang makna Islam dan keindahan surga. Kami pun saling kenalan lebih dalam melalui messenger.
Suatu hari ketika kami sama-sama saling mengenal dan sudah dianggap cukup, saya pun memutuskan dia untuk bisa menjadi istri saya di kemudian hari. Namun dengan bahasa diplomatis, dia mengatakan kalau persoalan menikah dengannya begitu mudah. Tidak butuh biaya apa-apa. Karena semua ini sudah ada yang mengaturnya yaitu Amir (pimpinan) nya. Yang terpenting saat ini menurutnya adalah mempersiapkan diri saya untuk hijrah ke Syria dengan tujuan Jihad untuk melawan orang-orang dzalim kafir yang di negara tersebut.
Gadis tadi yang sering dipanggil ukhty tadi mengatakan juga bahwa memperjuangkan Syiria mempunyai tujuan agar terbebas dari cengkraman orang kafir, dan ini kesempatan jihad tertinggi yang sangat dicintai oleh Allah swt. Dia pun menyebutkan dalil sebuah hadist untuk memperkuatkan. Saya pun terobsesi ingin mengikutinya. Saya benar-benar ingin jihad. Saya marah semarah marah nya dengan orang kafir. Artikel, gambar dan video yang di share di messenger semakin menambah semangat jihad ku untuk perang. Sehingga saya sampai lupa terhadap tujuan utama yaitu menikahi dirinya.”
Paijo pun terdiam sejenak. Dia kelihatanya sedang mengumpulkan data-data yang bersliweran dalam kepalanya. Beberapa waktu kemudian, dia pun melanjutkan peristiwa yang dia alami:
“ Saya kemudian rajin mengumpulkan data-data yang lebih dalam tentang persoalan yang ada di Syiria. Namun karena persoalan inilah saya mengalami keraguan. Pertama, ada beberapa sumber berita yang saling bertentangan. Satu sisi, menurut referensi dari file-file gadist tadi berupa jihad membunuh orang kafir. Tapi sisi lain, justru yang terbunuh adalah rakyat-rakyat kecil yang semua muslim. Kedua, apakah iya Tuhan memerintahkan mencintai-Nya dengan cara membunuh hamba-hamba Nya yang tidak berdosa. Kenapa Tuhan berubah menjadi garang seperti layak nya vampire di film-film Horror atau para penguasa yang diktator seperti Hitler yang membunuh jutaan umat Yahudi. Padahal Tuhan itu yang maha pengasih dan penyayang. Dua alasan ini, saya menjadi ragu. Gadis tadi bicara keindahan Islam, tapi dalam realita justru yang di share selalu saja perang dan pembunuhan dan sangat bertentangan dengan Islam.”
Kemudian Paino pun mencoba menjawab sebatas kemampuannya:
“Saya melihat agama kok sangat sederhana ya. Kita menjalani hidup secara alamiah. Kita melakukan aktivitas secara wajar sebagaimana Nabi dengan istri-istrinya, sahabat dengan keluarganya. Ingat tidak kata pak Darojatun dosen makul Akhlak tentang Nabi yang menyuapi orang Yahudi buta. Saat nabi di hina olehnya, tetap saja dia menyuapi. Bukankah ini hidup yang sangat wajar, humoris dan humanis sekali.”
Mas Paijo, kita yang tiap hari kuliah, bergurau, tertawa, lalu pulang kerja mambantu orang tua. Begitu juga kita yang diasrama melakukan aktivitas sehari-hari bagian dari ajaran Islam. kita memang harus mengakui, ada perbuatan perkataan kita yang mungkin belum islami, tentu butuh proses agar semakin baik. Karena itu kita tidak bisa melihat jika kehidupan kita hanya diisi dendam dengan orang yang tidak seagama atau satu agama tapi tidak seide dengan kita, lalu penyelesaian dengan cara perang, saya kira ini kesalahan fatal. Bukankah peperangan hanya menyisakan permusuhan yang terus menerus. Jadi peperangan justru tidak menciptakan kebahagiaan.
“ Mas Paijo, memang dalam al-Qur’an dan Al-Hadist ada yang membahas Jihad, tapi ini ibarat “Pintu Darurat” di Pesawat Terbang. Iya hanya digunakan ketika Islam di serang oleh orang kafir. Namun kasus di Syiria justru antara sesama muslim. Pemerintah Syiria muslim, ISIS juga Muslim. Bedanya, ISIS melakukan Kudeta kepada Syiria dengan meminta bantuan pada jaringan ISIS internasional. Itu yang saya pahami Mas.”
Tak disangka, ternyata keterangan Paino yang begitu sederhana bisa merubah wajah Paijo yang semrawut menjadi cerah. Paijo tersenyum dan merangkul Paino, lalu berkata:
“Ente memang sahabat saya yang paling baik.”
Minggu, 14 Juni 2020
Vijian Faiz