Imam Ghozali, Dosen STAIN Bengkalis
Saat Umar bin Khatab Menjadi Khalifah, nama nya pun cepat terkenal seantereo jagat Arab Saudi. Para oposisi yang membencinya menyebarkan hoax, dan menghasut kepada masyarakat bahwa tidak benar jika umar hidup dengan cara yang sederhana. Sebagai seorang Khalifah, Umar hidup bergelimang harta. Itu kira-kira gambaran berita yang tersebar di kampung-kampung yang jauh dari pusat Ibu Kota. Karena waktu itu zaman masih tradisional, informasi sebatas dari mulut ke mulut. Namun efek nya tidak jauh dari sekarang, yaitu sama-sama informasinya membuat gaduh masyarakat.
Suatu hari konon ada non-muslim ingin membuktikan kebenaran berita tersebut. baginya sedikit agak muskil mendengar berita tersebut, tapi sisi lain juga berfikir rasional. Sebab kenyataannya dari dulu kekuasaan selalu menggairahkan dan menjadi rebutan dalam rangka untuk mendapatkan kekayaan, kemewahan dan kemulyaan. Fakta-fakta ini diperkuat dengan adanya pertumpahan darah dan rebutan kekuasaan, bukan atas nama perbedaan agama atau aliran politik, tapi juga satu agama yang berbeda cara pandang politik. Untuk membuktikan berita tersebut, laki-laki non-muslim tadi pun pergi ke kota, apakah benar Umar bin Khatab sudah tidak seperti dulu sebagaimana pada masa Nabi Muhammad s.a.w?.
Berhari-hari seorang laki-laki itu pun berangkat ke Pusat Kota. Karena belum pernah pergi ke Kota, sehingga sering bertanya kepada orang yang ditemui di jalan tentang alamat Istana nya Umar bin Khatab. Hampir setiap orang yang dijumpai selalu mempunyai jawaban sama: “tidak mengetahui alamatnya”. Akibatnya hati mulai dijangkit keragu-raguan, apakah mau diteruskan mencari atau kembali lagi ke Kampung. Namun dia memilih pilihan pertama, melanjutkan pencarian. Tanggung, sudah jauh-jauh dari Kampung tapi pulang dengan tangan hampa.
Malam hari pun tiba. Dia menemukan sebuah tempat yang sangat indah, terang, bercahaya dan orang di dalamnya pun sangat banyak. Dia pun berfikir bahwa tempat itu adalah Istana Umar bin Khatab. Dia pun mencari orang untuk bertanya. Lalu dia mendekati kepada seorang laki-laki tua yang sedang bersandar di bawah Pohon Kurma dan bertanya kepada nya:
“ Pak, apakah tempat di depan itu Istana Umar bin Khatab?”
Laki-laki tua pun menjawab:
“Bukan”
Sang Pencari Umar pun bertanya lagi:
“Apakah bapak tahu dimana Istana Umar Bin Khatab, Khalifah Umat islam apakah Atap dan Lantainya lebih indah dari tempat di depan itu ?”
Laki-laki tua menjawab singkat:
“ Istana nya Umar ber-atap Langit dan ber-Lantai Bumi”
Laki-laki Pencari Umar itu pun menggerutu dan marah-marah serta menuduh orang tua tersebut sebagai orang yang kurang sehat akalnya. Lalu dia pun meninggalkan orang tua tadi dan terus berjalan kearah tempat yang indah tersebut. di depan tempat tersebut ada seorang pemuda. Dia pun bertanya kepada pemuda tersebut:
“ Wahai pemuda, apakah ini Istana Umar bin Khatab?”
Pemuda tadi menjawab:
“ Bukan, tempat ini adalah Masjid tempat ibadah nya umat Islam”
Laki-laki pencari umar pun kaget. Pikiranya, jika tempat ibadah nya secantik ini, apalagi Istana Umar bin Khatab. Pasti lebih indah lagi. Dia pun bertanya lagi tentang keberadaan Umar dan Istananya. Pemuda tadi pun menjawab:
“ Jika bapak melewati pohon kurma tadi, dan di situ ada seorang tua yang bersandar di bawah nya, itulah Umar Bin Khatab, khalifah umat Islam.”
Betapa kaget lelaki tersebut mendengar berita dari pemuda muslim tadi. Seolah-olah tidak percaya atas apa yang di dengar dan dilihat, tapi kenyataannya memang demikian adanya. Setelah menemui dan menanyakan perihal orang tersebut ke beberapa orang di sekitar Masjid membenarkan bahwa Umar bin Khatab yang sedang duduk-duduk di bawah Pohon Kurma. Dia pun bergegas menemui nya, setelah bertanya beberapa hal, akhirnya lelaki pencari Umar pun masuk Islam dan menjadi seorang lelaki pencari tuhan dan masuk Islam.
Kisah ini akan ditutup oleh penulis bahwa Islam senantiasa menganjurkan umat nya untuk menggali potensi diri, mengembangkan nya yang kemudian menjadi keahlian dan memberi manfaat untuk masa depanya. Namun demikian, potensi-potensi yang melekat pada diri seorang muslim yang melahirkan beragam kedudukan, jabatan dan status sosial sebenarnya bukan sebagai tujuan akhir sebagai puncak karir seseorang. Bagi seorang muslim yang memahami hakikat hidup yang benar sangat menyadari bahwa apa yang melekat pada dirinya sebenarnya suatu “alat” atau “ jalan” untuk mencari ridha Allah s.w.t. sehingga umat Islam bisa menggapai ridha-Nya melalui beragam jabatan yang melekat pada diri nya, bisa dia menjadi seorang kepala negara, pegawai pemerintah, pengusaha, ilmuwan, pedagang, ulama, ustadz, pedagang, petani dan segala setatus yang beragam pada diri seorang muslim. Kekayaan, jabatan, dan kehormatan tidak sempat masuk ke dalam hati nya, karena hati nya sudah penuh cinta kepada Allah s.w.t.