Islamophobia dan Pemilu 2024

Bagikan :

Oleh: Imam Ghozali

Deklarasi Islamophobia yang dipandegani oleh Ferry Juliantono cukup menyita perhatian berbagai kalangan, terutama kalangan Islam tradisional seperti Nahdlatul Ulama [NU]. Deklarasi ini dilakukan oleh Ferry Juliantono tentu saja tidak lepas dari kepentingan politik, jika dikhususkan pada pemilihan presiden 2024. Hal ini berangkat dari latarbekangnya sebagai salah satu punggawa pengurus Partai Gerindra. Dia mencoba membangun sebagian sentimen emosional umat Islam yang merindukan tegaknya syariat Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Benarkah Islamophobia ada di Indonesia? Apakah Indonesia sudah seperti di AS, Inggris, dan negara-negara barat dimana umat Islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya sendiri sehingga ekistensinya terancam oleh penguasa? Penulis mencoba menjawab pertanyaan-Pertanyaan mendasar ini untuk melihat apakah ancaman-ancaman sebagai agama Islam terbesar di dunia ada di Indonesia, sehingga gerakan melawan islamophobia perlu dilakukan saat sekarang ini.

Islamofobia adalah suatu ketakutan, kebencian atau prasangka terhadap Islam atau muslim secara umum terutama bila dipandang dari sisi islamisasi dan sumber terorisme. Apabila dilihat dari latarbelakang sejarah, peristiwa peledakan Gedung World Trade Center (WTC) pada tanggal 11 September 2001 di AS telah menimbulkan kebencian terhadap islam dan dipandang sebagai pelaku teroris yang bersumber dari ajaranya. Umat Islam dipandang tidak bisa beradaptasi dengan alam demokrasi dan terlalu eklusif untuk kelompok diri sendiri dan menolak kelompok lainya terutama yang berkaitan dengan persoalan ekonomi dan politik.

Kebencian terhadap Islam di barat menurut penulis Artikel ini merupakan suatu kewajaran pada saat itu dan beberapa tahun setelahnya. Namun kesan tersebut menurut saya sudah mulai memudar. Negara-negara muslim seperti arab Saudi, mesir, Indonesia, Malaysia, dan brunai Darussalam sudah melakukan kerjasama dengan negara AS dan negara-negara barat dalam berbagai aspek. Bahkan Indonesia melalui pemimpin negara Joko Widodo telah melakukan misi perdamaian antara Rusia-Ukraina. Bahkan peristiwa ini telah membuka mata dunia, bahwa Joko Widodo adalah seorang muslim yang memimpin negara berpenduduk muslim terbesar di dunia telah menelusuri dan memasuki daerah-daerah konflik yang berbahaya untuk mendamaikan kedua negara tersebut yang [ mohon maaf ] adalah negara yang mayoritas warganya non-muslim. Jadi warga dunia sudah mulai memahami bahwa apakah itu ISIS, Al-Qaida atau teroris lainya seandainya mereka beragama Islam, sudah mengetahui mereka telah menyalahkan ajaran agama Islam itu sendiri, sebagaimana kelompok-kelompok agama non-islam di negara-negara barat yang juga melakukan terorisme atas nama agama. Itu sebabnya, apakah Islamophobia, Kristenophobia, Budaphobia dan sebagainya hanya muncul dalam gerakan politik untuk mencapai target terbesar yaitu kekuasaan, dimanapun dan apapun bentuk agama dalam gerakan radikalisme.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah gerakan Islamophobia diperlukan dan negara ini sudah kondisi dalam keadaan sangat darurat? Saya piker untuk mengatakan Indonesia sudah darurat kebencian terhadap Islam tidak beralasan. Pertama, islam adalah agama mayoritas di Indonesia, bahkan terbesar di dunia. Jika melihat dari statistic, sebagian besar penguasa adalah orang-orang beragama islam, mulai dari presiden sampai kepada ketua rt. Bahkan para koruptor juga banyak dari umat Islam, mulai dari para pejabat legislatife sampai pada eksekutif ketika KTP nya dilihat, mayoritas adalah beragama Islam. Kedua, lembaga pendidikan yang lahir dari ormas-ormas besar seperti muhamadiyah dan NU juga bertebaran dimana-mana. Bahkan di daerah-daerah minoritas Islam seperti di Papua juga berdiri universitas Islam milik Muhamadiyah. Begitu juga, NU telah menyebar dan masuk di wilayah-wilayah minoritas Islam dan mendirikan sekolah dan pesantren-pesantren. Ketiga, pemerintah juga mengakomodir sistem syariah baik dalam sistem ekonomi, pendidikan dan peraturan daerah dalam bentuk khusus seperti di Aceh. Bahkan pada era Jokowi, hari santri dijadikan sebagai hari nasional, yang merupakan wujud penghargaan terhadap sumbangsih para pejuang Islam dari jalur pesantren. Keempat, kementrian, lembaga, dan lembaga non-struktural juga sudah begitu banyak yang mengatur tentang persoalan yang berkaitan dengan ajaran Islam, mulai dari mengerjakan sholat sampai pada ibadah haji, bahkan juga berkaitan dengan pengaturan zakat pun sudah ada yaitu melalui Baznas. Dari sini sangat lucu sekali apabila Indonesia sudah tidak agamis, dan tidak mengakomodir kepentingan umat Islam dalam menjalankan ajaran syariatnya.

Apakah pembubaran FPI dan HTI bagian dari bukti adanya Islamophobia di Indonesia? Apakah penangkapan orang-orang [ yang katanya ulama] mengatasnamakan diri sebagai para pejuang berdirinya syariat Islam wujud kebencian terhadap Islam? Saya berpendapat tidaklah demikian. Di negara-negara Islam seperti Arab Saudi juga melakukan penangkapan terhadap para aktivitis politik yang membahayakan eksistensi negara dan bangsanya. Negara memang mempunyai kewajiban untuk menjaga keutuhan negara, jadi siapapun orang nya dan agamanya, ketika mengancam eksistensi negara maka wajib hukumnya ditangkap dan organisasinya dibubarkan. FPI dan HTI termasuk diantara kelompok organisasi yang membahayakan NKRI, itu sebabnya dilarang oleh negara.

Arab Saudi tidak bisa dikatakan sebagai negara yang Islamophobia karena menangkap para aktivis dan penceramah serta imam-imam radikal yang menyebarkan kebencian terhadap pemerintah yang sah. Begitu juga Indonesia, membubarkan ormas-ormas radikal merupakan kewajiban negara sebagai bagian dari amanah konstitusi uud 1945.

Jadi gerakan Islamophobia yang dilakukan oleh segelintir politisi dan ulama sebenarnya lebih mengarah kepada agenda politik 2024. Mereka sedang mencari dukungan politik dari masyarakat agar tahun 2024 gerakan ini bisa memenangkan pemilu. Dan saya kira seperti biasa, jika sudah berhasil pun masyarakat ditinggalkan. Para tokoh-tokoh yang bicara atas nama agama pun senyap dan menikmati nikmatnya kekuasaan. Contoh gerakan seperti ini sudah ada dan terbukti hanya jualan agama untuk meraih kekuasaan. Semoga para politikus yang menggunakan agama untuk kepentingan politik segera mendapatkan hidayah.


Bagikan :

Vijian Faiz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Citayam Bukan Mie Ayam

Tue Jul 26 , 2022
Bagikan :Hari ini saya sedikit terlambat sampai Selatpanjang. Biasanya saya naik Dumai Line dari Bengkalis sampai Selatpanjang, jam 10.40 sudah sampai pelabuhan.  HP sudah menunjukan jam 11.15 menit, jadi cukup lama istri menunggu di Pelabuhan. Untung saja cuaca hari ini cukup cerah dan angin pun menghembus lembut, walaupun cukup lama […]

Baca Juga