Catatan Pinggir tentang Umroh

Bagikan :

Imam Ghozali, Dosen STAIN Bengkalis

Cerita ini sebenarnya ingin saya tulis ketika masih di mekah. Namun khawatir mengganggu kekhusu’an ibadah umrah ( tapi selalu saja gagal khusu’ dalam ibadah), maka hari ini saya ingin menulis catatan tentang pernak-pernik ibadah umrah, tentu saja catatan kecil ini dimulai dari Madinah, dan diteruskan ketika di Mekah.

Saat berada di Madinah, saya sudah mulai mendengar perbincangan para jamaah baik dari internal jamaah dari Meranti atau perbincangan dari daerah-daerah lain tentang program Umrah, yang menurut mereka adalah program yang out the box, nyata dan langsung dirasakan oleh masyarakat. Ada juga yang menyarankan bagaimana kalau membuat program nikah gratis. Saya jawab belum saatnya, nunggu dulu jika saya sudah diizinkan oleh istri, baru nanti saya usulkan kepada Pemda. Ini bagian dari guruan yang saat itu terasa damai dan mempererat persahabatan lintas suku, etnis dan bangsa.

Berikut ini bagian dari percakapan saya dengan para jamaah umrah lintas daerah. Mohon maaf ada yang tidak disebut nama daerah nya:

Saya : “Saking pundi bu”

Ibu : “Blora, mas”

Saya : “Pinten biaya Umrah bu”

Ibu : “ Rp. 34.000.000,00. Sampean soko endi mas?”

Saya : “Kab. Kep. Meranti, Provinsi Riau”

Ibu : “ Oh…program Pemda Meranti ya”

Saya : “Kok ibu ngertos, saking pundi beritane?”

Ibu : “Nang Media Sosial, mas. Ramai beritane kok”

Hati saya tersenyum, ternyata ibu-ibu sekarang ini sudah ada kemajuan, sudah pandai main Facebook, Tik-Tok dan WA.  Saya jadi khwatir juga mereka lupa masak karena main FB terus.

Cerita ini saat saya selesai melaksanakan sholat dhuhur di Masjid Haram lantai pertama, saat keluar masjid ada rombongan jamaah umroh dari salah satu di Jawa. Dalam perbicangan, di antara nya menyebut nama Kabupaten Kepulauan Meranti yang lagi viral berkaitan dengan ibadah Umroh.

Saya pun ikut nimbrung ngomong di dekat nya, pura-pura bertanya dan memastikan tentang program umrah tersebut.

Saya: “program apa pak”

Bapak : “Program umroh oleh Pemda di salah satu kabupaten di Provinsi Riau”

Saya : “ Niku Kabupaten Kepulauan Meranti Pak, daerah kulo”

Bapak : “lhoo, sampean bisa bahasa Indonesia toh”

Saya : “Iya, Indonesia asli pak,”

Kami pun tertawa

Bapak : “pemda ne jenengan luar biasa, ora koyo pemda ku”

Saya : “Ini program tahunan pak, 2021 waktu masih covid-19, nek ora salah 6 jamaah Umrah sudah diberangkatkan oleh Pemda, tahun ini 250 orang, tahun 2023 informasi dari Bupati ne sekitar 350 orang.

Bapak : “Bupati ku boro-boro umrohkan rakyat nya, wong kanggo umroh dirinya pun ora gelem”

Kami pun tertawa lagi mendengar kelakar dari salah satu jamaah Umrah yang mohon maaf tidak saya sebutkan asal kabupatenya.

Cerita ketiga dari Semarang. Ini saat saya duduk-duduk dengan sahabat chanifuddin.

Saya : “Darimana pak”

Bapak : “Semarang”

Saya : “Berapa jamaah pak”

Bapak: “ Sekitar 40 orang”

Saya : “ Rombongan saya cuma 275 orang”

Saya dan bapak tadi pun tersenyum mendengar kalimat “Cuma 275 orang”, yang mungkin dia sedikit bingung dan sedikit ada kelucuan pada kalimat tersebut.

Bapak : “Naik travel apa”

Chanifuddin: “ Tanur, sampean apa pak”

Bapak : “ Safinah”

Saya : “ Safinah kok bisa mabur ( terbang ), Safinah artinya Kapal Laut pak.

Kami pun tersenyum lagi, lalu dilanjutkan selfi bersama.

Cerita yang sedikit membingunkan dari Jamaah Sidoarjo. Pertama saya tidak menduga kalau berasal dari Indonesia. Wajah nya mirip-mirip Negara-negara Afrika, badan tinggi dan kulit hitam. Namun dari hidungnya, saya mbatin kalau orang itu dari Indonesia. Saat selesai, saya jabat tangan dan bapak tadi pun menyapa diriku.

Bapak : “Indonesia ?”

Saya : Na’am, ana min Indonesia. Antum?

Bapak: “Kulo saking Sidoarjo, Lapindo, Jawa Timur.”

Saya: “Rombongan pak?”

Bapak: “Iya, sama-anak saya yang perempuan”.

Entah apa maksud nya, bapak tadi kemudian jurhat kepadaku tentang anak-anaknya yang perempuan. Dia memperlihatkan foto anak-anak nya. dua cewek cantik-cantik, dan nomor tiga cowok juga ganteng. Sepanjang memperlihatkan foto keluarga yang berada di HP nya, bapak yang sudah berumur 63 tadi bercerita kalau anak-anak perempuanya belum menikah. Terutama sekali dia menyebut anak perempuan pertama, yang saat sekarang ini sudah berumur sudah cukup matang.

Saya tidak tahu maksudhnya. Mungkin juga dia ingin meminta doa kepadaku agar segera mendapatkan jodoh. Bisa jadi hanya sebatas cerita seperti layaknya teman akrab, ma’lum sama-sama dari Indonesia, situasi yang memang persaudaraan sesama satu bangsa menjadi sangat terasa. Bisa jadi dia sedang menawarkan kepadaku secara halus, jika memang belum menikah.

Saya pun buru-buru memberi komentar kepada nya bahwa anak perempuannya tadi seumuran dengan istri saya, bahkan lebih muda istri saya selisih lima tahun. Bapak tadi memandang saya seolah-olah tidak percaya. Mungkin juga terlihat masih muda, jadi bapak tadi menatap saya terus seolah-olah ingin memastikan kebenaran. Saya tersenyum dan berkata: “saya anak sudah empat pak”.

Baitullah penuh cerita beragam. Tentu ada suka dan duka dari para jamaah. keindahan di pertamanan surga ini, semua cerita dengan ketulusan yang mendalam segala apa yang diceitakan. Ada cerita dan harapan yang besar. Dan harapan besar selalu dilandasi dengan realita kehidupan, bukan sebuah khayalan.


Bagikan :

Vijian Faiz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Rakerda MUI; Integrasi Subtantif dan Formatif

Wed Dec 28 , 2022
Bagikan :Imam Ghozali, Dosen STAIN Bengkalis Salah satu ciri khas dari Era Modern dengan beragam sebutan, mulai dari Era 4.0, bahkan saat ini katanya sudah memasuki Era 5.0. apapun istilah untuk menentukan zaman, ada ciri khas yang tidak terlupakan yaitu era administrasi. Namun demikian, era administrasi bukan berarti menganulir subtansi. […]

Baca Juga