
Saya sudah cukup sering menulis tentang Dahlan Iskan, baik dalam bentuk buku atau Artikel. Sama seringnya saya menulis tentang Gus Dur. Keduanya selalu memberi inspirasi. Laksana mata air yang tidak pernah kering. Setetes kisahnya mampu membuka keindahan ruhaniah untuk senantiasa menjalani hidup ini dengan penuh semangat, berprestasi dan hanya mencari ridha Allah SWT. Itu yang saya tangkap dari kedua kehidupan tokoh tersebut.
Dahlan Iskan adalah sama seperti kita, kadang lapar, sakit, masuk angin, letih, beristri, punya anak, tidur, bangun, hidup dan mati. Dahlan Iskan juga lahir dari seorang ibu. Dari keluarga miskin. Miskin sekali. Itu yang saya baca dari buku nya berjudul “Ganti Hati”. Saya bilang demikian, karena apa yang dikisahkan oleh Dahlan Iskan tentang kehidupannya sama seperti saya waktu masih kecil. Contohnya, waktu Sekolah nyeker tidak memakai sepatu, celana pendek, dan belakang kadang koyak karena sering dipakai dan tidak ada gantinya. Ketika pulang sekolah langsung menuju dapur, nasi tidak ada, atau ada nasinya lauknya tidak ada. Lalu Dahlan kecil pergi ke Sungai dan mencari ikan untuk dibakar sebagai lauk makan siang.
Saya membaca kisah demikian di Buku Ganti Hati. Ini kisah saya juga. jenis dan modelnya sama, sama-sama sekolah dengan berjalan kaki. Sama ketika pulang tidak ada nasi. Sama juga ketika pulang sekolah perutnya diganjel dengan Batu agar rasa lapar bisa kurang atau agar perut tidak terlalu sakit karena sejak berangkat sekolah kadang tidak sempat sarapan pagi, karena memang tidak ada yang dimanakan.bukankah ini kehidupan orang kampung? Bukankah ini kehidupan masyarakat kelas bawah yang hidupnya sering menderita tapi tidak merasa menderita karena terlalu seringnya menderita.
Ini kisah masa lalu. Mungkin sudah 50 tahun yang lalu ketika Pak Dahlan masih di Kampung. Kini sudah tidak bingung lagi untuk mencari makan dengan lauk yang model apapun. Sekarang sudah bisa. Model artis bisa. Model Pejabat bisa. Model Konglomerat bisa. Apalagi model masa lalunya, tentu bertambah mahir. Ma’lum, pak dahlan bukan tipe orang yang gampang lupa masa lalunya. Walaupun kekayaannya tidak habis dibagi untuk tujuh keturunan, dia masih fasih memakai sarung untuk sholat atau digunakan untuk tidur di Mushola ketika malam hari kadang-kadang juga ngluyur (mungkin lhoo) dengan kawan-kawanya. Ma’lum, hiburan anak-anak waktu masih minim. TV masih hitam putih. Belum ada Listrik. Setrumnya pakai Aki, atau batere ABC. Jam 7 malam hidup, jam 10 malam sudah mati. Waktu itu baru ada Radio Transistor. Juga harus pakai batere. Makanya, anak laki-laki yang biasa tidur di surau, mencari hiburan yang bisa jadi hiburan. Salah satunya yaitu malam hari pergi ke sawah di musim kemarau dengan mencari Jangkrik, atau juga bakaran Jagung dan Ubi. Mungkin Pak Dahlan pun tidak jauh beda dengan apa yang saya gambarkan,hhh.
Namun di saat sekarang ini menjadi konglomerat di dunia media massa, Pak Dahlan justru tidak gelap hati. Hatinya tetap bersih dari debu-debu dunia. Gila kerjanya bukan karena semata-mata nawaitunya untuk duit semata, tapi karena bagian dari ibadah. Semakin hebat bekerja, berarti semakin menghargai fasilitas Tuhan untuk dipersembahkan kepada-Nya agar tidak tersisa umurnya dengan hal yang sia-sia.
Jika pak dahlan pernah ganti hati, itu bukan karena hati ruhaniahnya rusak. yang rusak pada hati dohiriah berupa segumpal darah. Jiwa nya, ruhnya tetap bagus. Makanya, saat Ganti Hati, Dahlan Iskan tetap seperti dahlan iskan yang dulu, lucu, sederhana, dan tetap semangat bekerja. Hanya saja, setelah ganti hati, dia mempunyai jadwal protokoler kesehatan yang sangat ketat.
Salah satu bukti keindahan hati ruhaniah Pak Dahlan, yaitu di dalamnya tertanam ilmu mukasafah yang sangat menakjubkan, yaitu ilmu sumeleh. Ini ilmu yang sangat susah. Ilmu ikhlas dalam bentuk praktek. Bukan teori buku-buku, dan bukan ceramah para ustadz. Ilmu sumeleh adalah ilmu praktek yang menyeburkan seluruh jasad dan jiwanya hanya untuk Alloh swt. Itu yang saya tangkap. Lhoo tau nya darimana? Tentu saja dari fakta Pak Dahlan dalam menghadapi penyakit Lever dengan penuh kebahagiaan. Padahal ini penyakit yang sangat membahayakan. Dia tetap enjoy. Dia tidak memperdulikan perubahan kulitnya yang menghitam akibat rusaknya Lever. Dia juga tidak memperdulikan kematian yang menghantuinya. Sebab kegagalan operasi ganti hati adalah kematian. Salah satu contohnya yaitu almarhum Nurcholish Madjid. Dia meninggal karena rusaknya Lever dan gagal dalam proses operasi.
Kita mungkin jika terkena penyakit tersebut tidak bisa tidur. Malam hari nya dihabiskan untuk membayangkan berbagai kemungkinan yang buruk seperti kematian dan kekayaan yang milyaran rupiah ludes, perusahaan-perusahaan yang telah dirintis sejak lama pun sudah hilang. Atau juga memikirkan istrinya masih muda atau baru saja menikah, atau anak-anaknya yang masih kecil. Bisa juga terpikir masalah biaya operasi yang sangat besar, sedangkan kita tidak mempunyai dana cadangan. Jangankan untuk operasi, untuk makan sehari-hari mungkin sudah sangat susah.
Namun Pak Dahlan sudah melewati dari pikiran-pikiran negatif. Saat beberapa waktu menjelang proses menunggu operasi, Bos Jawa Pos ini malah menyempatkan diri kursus bahasa Mandarin. Dia mendatangkan guru privat bahasa Mandarin di Rumah sakit. Ketika sudah selesai kursus, lanjut pada proses operasi. Karena operasi pagi hari, malam hari Pak Dahlan Iskan tidur sangat pulas. Persis sebagaimana hari-hari biasanya. Seperti tidak ada kejadian apa-apa. Sangat tenang dan tetap dalam keadaan bahagia. Justru yang sedih Istri, anak-anaknya dan keluarga-keluarganya serta para relasi para sahabat karibnya.
Sungguh luarbiasa. Pak dahlan yang aslinya dari kampung, yang akhirnya menjadi Raja Media Massa mampu memanage hatinya tidak kemaruk, tidak kedunnyaan, tidak hubbun dunnya. Saat sampai puncak karir nya sebagai Menteri BUMN, Pak Dahlan hatinya bersih dan ikhlas hanya untuk mencari Ridha Allah. Karirnya, benar-benar tidak menjadikan diri takut kematian. Karirnya justru menjadikan dirinya semakin mencintai-Nya. Bukankah ini suatu pembelajaran yang sangat berharga bagi kita yang mungkin secara status sosial dan kekayaan justru jauhhhhhh dibawah nya?
Kamis, 18 Juni 2020
Vijian Faiz