Setelah selesai melaksanakan tugas sebagai dewan hakim di MTQ Provinsi Riau pada bidang KTIQ, saya langsung tancap naik Travel menuju Dumai. Sebenarnya ingin ke Pekanbaru, langsung berangkat ke Aceh. Namun mendengar Istri sakit, rencana pun batal. Saya menemui panitia, minta tolong untuk mencarikan Travel ke Dumai yang sore hari. Alhamdulilah ada. Saya meluncur dan istirahat satu malam di Dumai. Jam 07.00 meluncur ke Selatpanjang. Perjalanan Dumai-Selatpanjang sekitar 4 jam. Sekitar jam 11.00 biasanya sudah sampai di Selatpanjang.
Sampai di Rumah, Istri sudah sembuh, saya malah sakit. Padahal sekitar 7 hari di Pekanbaru dan Rohil masih sehat-sehat saja. Apa karena cuaca Selatpanjang lagi sangat panas waktu itu, atau mungkin perut saya kaget karena ada perubahan pola makan. Atau bisa jadi ada pengaruh keduanya. Cuaca panas dan ada perubahan pola makan- minum. Di Pekanbaru-Rohil tidur terus di Hotel. Dingin. Makan dengan lauk terjaga, mulai dari daging sampai Ikan laut. Apalagi Bagansiapiapi terkenal penghasil Ikan laut, hampir setiap hari ada terus Ikan laut, tersedia dengan berbagai jenis Ikan dan jenis masakannya. Minum dilayani. Apapun dituruti. Tapi di Rumah, pola makan ala kadarnya, ketemu sayur-bening, makan sayur bening. Minum cukup air Teh hangat atau air putih hangat. Walaupun menurut Dokter air putih menyehatkan badan. Tapi terlalu sering air putih membuat demam juga. Buktinya saya demam.
Satu hari saya benar-benar ber-semedi di Kamar. Tenggorokan sakit, kepala pusing, dan hidung terasa panas. Untung ketiga anak saya tidak berisik. Kalau ayahnya pulang, semua nya menjadi pendiam, khusu’. Bukan karena takut sama ayahnya, tapi karena kedua HP saya dibajak oleh mereka nonton upin-ipin.
Suara Honda berhenti di depan Rumah. Faiz anak laki-laki yang masih umur 5 tahun berlari sambil berkata: “Ayaahh, ada tamu…!” ternyata Kiai Sofwan dari Rintis. Ceritanya dia datang ingin melihat kondisiku. Saya pun membetulkan sarung ala kadarnya, yang penting tidak “melorot” sudah cukup. Saya pun mempersilahkan duduk di lantai. Sama-sama dilantai agar bisa “selonjoran” dan lebih terlihat demokratis dan bisa santai sambil “nyruput” Kopi Gayo dari Aceh dan Rokok Filter Gudang Garam.
“Tadi baru saja memperingati 1 Muharom di Kantor Pemuda Pancasila sekalian menyambut peserta MTQ dari Rohil yi “ kata nya membuka pembicaraan.
“Bagus lah, yang tidak bagus itu manusia yang pencilatan” saya menjawab dengan pendek. Namun saya pun menambahkan bahwa berkaitan dengan mtq, semua telah berjasa. Pemda sudah melakukan pembinaan yang menurut saya sudah cukup. Bahkan sebelum berangkat, tepatnya setalah selesai acara mtq tingkat kabupaten, lptq telah melakukan pembinaan yang cukup serius dan mendatang pelatih pada bidangnya. Namun karena ada persoalan yang sampai hari ini saya belum tahu, rencana akan diberangkatkan, ternyata tidak jadi. Itupun saya mendapatkan informasi dari Camat Rangsang, dan mungkin juga Camat Rangsang pun mendapatkan informasi dari peserta. Wallahu a’lam.
“Menurut panjenangan pripun yi” Tanya kiai sofwan.
“kita ambil hikmahnya saja, jangan terjebak saling menyalahkan. Jika saling-menyalahkan pasti tidak akan selesai” kataku sambil menikmati kopi yang sudah mulai dingin.
“Kita tidak mengetahui secara persis persoalan yang terjadi tentang masalah MTQ. Saya yakin Pemda mempunyai jalan berpikir yang baik, sebagaimana masyarakat juga demikian. Buktinya, mereka antusias mengumpulkan dana ke masyarakat untuk memberangkatkan peserta MTQ ke Rohil. Terlepas ini ada kepentingan politik, terserah. Kita hindari dulu bicara politik. Kita fokuskan pada sisi hikmahnya. Apa itu, yaitu bahwa untuk mewujudkan suatu prestasi Pemda juga membutuhkan dukungan dari masyarakat. Anggap saja ini sebuah insiden. Tapi jika kita mampu berfikir positif, bahwa sebuah kesuksesan bisa hadir darimanapun jalannya, bisa melalui bantuan Pemda bisa dari masyarakat bisa juga kolaborasi Pemda dan masyarakat ” jawab saya panjang lebar.
“Tadi tidak ada yang salah dalam hal ini yi?” Tanya Kiai Sofwan yang sebenarnya dia lebih tahu jawabanya.
“Tidak ada, bahkan orang-orang jingkrak-jingkak “nebeng” pada prestasi MTQ dan merasa paling berjasa pun tidak salah. Biarkan saja, manusia akan ditempatkan pada kelasnya masing-masing kok. Kalau manusia kelasnya VIP, merendahpun akan disuruh ke tempat VIP, tapi manusia yang kelasnya ekonomi berlagak VIP, tetap akan direndahkan oleh Allah s.w.t pada suatu hari yang tepat” jawabku.
“Astaghfirullahal ‘adziim, kita ternyata sering seperti Topeng yi” kata kyai sofwan menunduk.
“Iya, bukan hanya politikus, tapi juga para orang-orang yang menempatkan diri sebagai ulama dengan baju kebesaranya, Jubah, Gamis, dan sedikit-sedikit bicara atas nama agama. Tapi hari ini, mereka dibukan aibnya oleh Allah juga karena ayat surga, ayat Aeraka, dan ayat Sedekah. Dan ini bisa terjadi kepada siapapun. Maka hati-hati, siapapun yang merasa sok suci, dan merasa paling tinggi kelasnya dengan merendahkan orang lain, maka akan direndahkan oleh Allah s.w.t.” kataku
“Jadi bagaimana sekarang kita harus bersikap dan berbuat Kiai” Tanya kyai sofwan.
“Antum A’lam Minni” jawabku singkat.
“Sekarang saya minta pendapat antum Yi” pinta kyai sofwan.
“Kiai Sofwan, saya jika menempat diri sebagai Pembimbing Skripsi, maka Pena saya terlalu sibuk pada aturan format tentang margin kanan-kiri, atas dan bawah, dan terlalu sibuk mencari “titik”, “koma” dan “tanda Tanya”. Bisa jadi Skripsinya amburadul tapi di dalamnya ada sesuatu ide yang bagus dan memberi manfaat bagi masyarakat luas, seharusnya saya memberi apresiasi dan memberinya nilai “A”.
“Persoalan sekarang format dan isinya amburadul Yi” kata nya tertawa terkekekeh.
Saya pun tertawa mendengarnya. Segelas cangkir kopi siang menuju sore hari ini sudah cukup sebagai renungan kami, bahwa membangun kebersamaan dalam menciptakan suatu kesukesan adalah ajaran Islam yang saat ini sudah mulai ditinggalkan. Kadang egoisme dan merasa paling benar menjadi “Tembok Raksasa” yang pada akhirnya antara aku dan kamu tidak pernah bertemu menjadi kami. Sikap dan perbuatan yang sangat melelahkan bukan?